Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sutanto

Peluit Kak Pandu

Eduaksi | Monday, 09 Aug 2021, 10:11 WIB

Namaku Herjuna, tapi teman-temanku biasa memanggilku Juna. Sekarang aku duduk di kelas 5 Sekolah Dasar.

Siang itu seperti biasa aku berangkat latihan Pramuka bersama Galih, temanku sebangku.

Kak Pandu dan kak Dewi sudah siap berdiri di halaman sekolah sambil menyapa dengan ramah kehadiran kami.

Peluit panjang telah ditiup sebagai tanda kami harus berkumpul. Kamipun segera berkumpul dengan membentuk barisan angkare.

“Adik-adik. Salam Pramuka,” Seru Kak Pandu.

“Salam kak,” jawab kami serempak sambil memberi hormat.

“Adik-adik, sore ini kakak cukup sedih dan juga sangat prihatin.”

Bergetar suara kak Pandu mengucapkan kalimat itu. Tidak biasanya dia terlihat marah seperti saat ini.

“Seperti biasa, kakak selalu menyiapkan peluit beserta tali komandonya di ruang UKS. Setiap latihan, peluit itu saya berikan kepada ketua regu yang paling tertib secara bergilir. Tapi, sekarang barang itu hilang.”

Aku dan teman lainnya saling pandang dan menunduk tak tahu mesti berkata apa.

Setelah diam beberapa saat, kak Pandu melanjutkan kata-katanya, ”Sekarang khusus ketua regu ikut saya, masuk ruang kelas 5. Yang lain ikut kak Dewi melanjutkan latihan!”

Pasukan segera bubar. Sesuai dengan perintah kak Pandu, sebagai ketua regu aku ikut masuk ruang kelas 5.

Selain aku, dari kelas 5 ada Bagus, Candra dan Intan. Dari kelas 6 ada Sidik, Ahmad, Rini dan Amel, sedangkan kelas 4 ada Roni, Dodi, Mawar, Rani.

“Baik adik-adik, semua ketua regu sudah berkumpul. Kita mulai dengan berdoa dahulu semoga mendapat manfaat dan kelancaran,” kak Pandu membuka pertemuan.

Semua menunduk dan berdoa.

“Seperti yang sudah kak sampaikan tadi, peluit beserta tali komandonya hilang di ruang UKS. Bagimana pendapat kalian,” kak Pandu membuka pembicaraan.

“Saya usul kak,” Sidik buka suara

“Bagaimana usulmu,” tanya kak Pandu.

“Apa tidak lebih baik, siswa iuran saja untuk membeli yang baru, kak.”

Kak Pandu diam sejenak, “Begini ya dik, ini bukan masalah iuran uang untuk membeli yang baru. Tetapi yang kakak minta pendapat kalian, bagaimana sebaiknya untuk memecahkan masalah ini?”

Bagus yang duduk disebelahku mengacungkan jari.

“Silakan usul gus !” sahut kak Pandu.

“Apa tidak sebaiknya dicari dulu kak, siapa tahun kakak lupa meletakkannya.”

“Saya sudah mencarinya tadi, tapi tidak ketemu. Sebagai pramuka, mestinya Dasadharma kesepuluh Suci dalam pikiran perkataan dan perbuatan tidak sekedar dihapal namun harus diamalkan, ” kata kak Pandu tegas.

Semua terdiam tak berani menyahut.

Aku berdiri ikut usul, “Teman-teman, sebaiknya jujur saja, misalnya ada yang tahu tolong bilang sama kak Pandu.”

Semua masih belum menjawab, sampai akhirnya kak Pandu melanjutkan kata-katanya. “Baiklah adik- adik, kalau kalian tidak mau jujur kepada kakak, itu artinya kakak sudah gagal mendidik kalian. Mungkin lebih baik besuk saya mengundurkan diri saja sebagai pembina pramuka.”

Tiba-tiba saja Amel mendekati kak Pandu sambil menangis, “Maaf kak, sebenarnya saya yang mengambil peluit itu. Saya iri sama ketua regu yang lain, Mereka semua sudah pernah menerima peluit dan tali komando dari kakak.”

Kak Pandu memegang pundak Amel,”Kakak sudah memaafkan. Kamu sudah berani jujur di hadapan teman-temanmu. Kejadian ini menjadi pelajaran, bahwa penghargaan yang diberikan harus diperjuangkan.”

Amel mencium tangan kak Pandu, dan berkeliling meminta maaf pada semua ketua regu.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image