Pemikiran Perempuan Perkasa
Eduaksi | 2022-05-06 15:07:42Pemikiran Perempuan Perkasa
(Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag, Guru SKI di MTsN 2 Garut)
Perkasa bukan selalu berarti bertubuh kuat, berotot besar, dan berbadan tinggi kekar. Perkasa pada perempuan mengandung makna memiliki mental yang kuat, nyali yang besar, multitasking, percaya diri, dan berani mengambil resiko. Perempuan perkasa menunjukkan kekuatan semangat dan kegigihan yang luar biasa ketika menghadapi masalah dan mengalami masa-masa sulit. Tipe perempuan perkasa tidak mau meratapi nasibnya karena mereka sudah mempersiapkan problem solving untuk setiap masalah, mereka memiliki prinsip yang kuat dalam menerapkan segala rencana dalam hidup mereka.
Perempuan perkasa mengingatkan kita pada sosok perempuan Indonesia yang sudah sangat fenomenal yaitu R.A Kartini. Kartini yang terkenal dengan perjuangannya membela hak-hak perempuan Indonesia agar bisa menikmati kemerdekaan berfikir dan layak menikmati tingginya pendidikan. R.A Kartini adalah seorang tokoh feminis pertama Indonesia yang dikukuhkan sebagai pahlawan nasional dan hari lahirnya diperingati oleh seluruh rakyat Indonesia. Memang, R.A Kartini bukanlah satu-satunya pejuang kemerdekaan perempuan namun perjuangan R.A Kartini yang paling keras adalah pendidikan, karena R.A Kartini yakin hanya pendidikan alat satu-satunya untuk mengangkat derajat peremuan dan menyadarkan masyarakat tentang pentingnya peran perempuan dalam membangun peradaban. Kartini di masa lalu tentu memiliki tujuan yang sama dengan Kartini di masa sekarang dan Kartini di masa yang akan datang. Lalu, adakah perbedaannya?. Tentu saja ada. Mari kita simak penjelasan berikut ini.
Kartini di Masa Lalu
R.A Kartini sangat kental dengan budaya Jawa yang menempatkan perempuan sebagai manuasia kelas dua setelah laki-laki. Perempuan tidak memiliki kekuasaan atas dirinya sendiri. Perempuan tidak memiliki kebebasan untuk mengaktualisasikan diri. Tugas perempuan hanya di dapur, sumur, dan kasur, karena tak ubahnya sebagai budak dari tuannya, dimana segala kehidupan perempuan telah diatur sedemikian rupa orang tua dan penuh kepatuhan khususnya pada golongan bangsawan Jawa.[1]
Secara intelektual, R.A Kartini adalah sosok pembelajar yang sejati. R.A Kartini sangat gemar membaca. Banyak sekali buku-buku dan segala sumber bacaan menjadi pusat perhatian R.A Kartini. Bukan hanya dibaca saja, melainkan juga dengan pemahaman, penelaahan, dan penulisan kembali apa-apa yang telah dibacanya secara menyeluruh ke dalam gagasan-gagasannya sendiri. R.A Kartini mengambil sari pati dari kebudayaan yang baik, kemudian mengasimilasikan dengan budaya Indonesia.
R.A Kartini menghadapi banyak tantangan ketika sedang mengikuti kegiatan belajar, seperti dikucilkan dan dipandang sebelah mata oleh para pelajar dan guru dari Belanda serta dari kaum bangsawan pribumi yang didominasi oleh kaum laki-laki. Mereka melihat sosok perempuan seperti R.A Kartini tidak biasa, tidak lumrah, dan masih tidak layak seperti pada umumnya untuk menempuh pendidikan tinggi. Perempuan pribumi seharusnya diam di rumah, dipingit oleh orangtuanya sampai mereka menemukan pasangan hidupnya yang tentu saja hasil perjodohan orang tuanya.
Kartini di Masa Sekarang
R.A Kartini menekankan pendidikan keterampilan bagi perempuan dengan memasak, menjahit, merenda, dan keterampilan lain yang mempu menunjang kemandirian perempuan. Perempuan harus bebas, di mana kebebasan ini berupa kemerdekaannya sebagai perempuan. Perempuan tidak terikat dalam budaya-budaya yang mengekang kehidupannya. Perempuan diharapkan mampu bersaing dengan laki laki dalam dunia kerja, menghasilkan tenaga kerja terampil dan memiliki kualifikasi yang baik dengan kesiapan ilmu yang dimiliki dam seperangkat dorongan untuk berprestasi.
Setelah wafatnya R.A Kartini banyak tumbuhnya pemikir-pemikir Islam yang progresif dalam mengembangkan pendidikan Islam dengan lahirnya berbagai gerakan organisasi keagamaan yang bergerak dalam politik, sosial, maupun pendidikan. Kepada kaum perempuan hendaknya dapat memposisikan dirinya dengan baik dalam keluarga maupun masyarakat untuk membentuk peradaban yang berkemajuan dengan melahirkan generasi muslim yang kuat dalam Iman takwa (IMTAK) dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Kartini di Masa yang Akan Datang.
Persiapkan diri kita untuk menjadi perempuan perkasa yaitu perempuan yang berkepribadian tangguh seperti R.A Kartini. R.A Kartini memiliki cita-cita yang tinggi, berpendidikan, dan bebas untuk memilih profesi apa saja sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh kaum perempuan itu sendiri. Menjadi R.A Kartini di masa yang akan datang tidak hanya memiliki wawasan luas tetapi juga harus beradaptasi dengan revolusi 5.0 yang menguasai literasi digital, berfikir computational thinking, melakukan kegiatan rutin dengan melibatkan kecanggihan teknologi yang bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam melaksanakan aktivitas harian.
Imam Darul Hijrah, Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy,: “Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”. Kartini di masa yang akan datang akan mengutamakan adab sebelum ilmu, meskipun Kartini memiliki pemikiran yang perkasa namun, ia akan menyadari kodratnya sebagai perempuan yang akan menjadi seorang istri dan ibu yang mengandung, membesarkan, dan mendidik anak-anaknya. Kartini di masa yang akan datang akan menjadi perempuan multitasking yang berfikir metakognitif. Ia akan menjadi tiang rumah tangga, agama, dan negara. Memang tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini tapi Kartini di masa yang akan datang akan menyempurnakan prosesnya. Proses jauh lebih berharga daripada hasil. Jadilah perempuan perkasa yang masagi.[2]
Mengapa Pendidikan Penting bagi Perempuan?
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ {1} خَلَقَ الإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ {2} اقْرَأْ وَرَبُّكَ اْلأَكْرَمُ {3} الَّذِي عَلَّمَ ابِالْقَلَمِ {4} عَلَّمَ اْلإِنسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ {5
“Bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan tuhanmu lah yang paling pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahui.” (Q.S. Al-a’alq ayat 1-5)
Berdasarkan ayat di atas dijelaskan bahwa perempuan menempuh pendidikan sebagai refleksi dari ibadah dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT, menaikkan derajat dalam menuntut ilmu, melindungi diri untuk mendapat pahala. Perempuan akan menjadi pendidik untuk anak-anaknya sehingga mendapatkan kebaikan dan menjadi amal jariyah.
Mengapa Perempuan harus Mandiri?
Pentingnya menjadi perempuan mandiri maka ia akan mampu meminimalisir bantuan orang lain. Ia memiliki kehidupan yang terencana dan tertata sehingga ia memiliki tujuan hidup, mimpi yang besar dan akan berusaha untuk meraih serta mewujudkan apa yang telah dia cita-citakan. Perempuan mandiri memiliki rasa percaya diri yang tinggi sehingga ia bertanggung jawab pada dirinya sendiri. Perempuan mandiri memiliki mental baja sehingga ia tidak mudah menyerah dalam menjalani hidup. Perempuan mandiri mampu mencari solusi pada setiap permasalahan yang dihadapi, ia memiliki kepribadian yang kreatif dan kritis.
Hambatan apa yang dihadapi oleh Perempuan yang berpendidikan Tinggi?
Tidak semua idealisme yang dimiliki oleh perempuan berjalan dengan mulus. Impian perempuan untuk melanjutkan studi tanpa terintervensi urusan rumah tangga tampaknya mesti kalah dengan opini bahwa menikah patut lebih diprioritaskan dibanding studi. Hambatan yang dihadapi oleh perempuan yaitu beban ganda. Peran sebagai istri, ibu, dan pelajar sekaligus diembannya. Hal ini yang akan menjadi pemicu konflik pada saat ia menuntut ilmu. Perempuan mesti dua kali lipat bekerja keras untuk menyeimbangkan perannya. Beban serupa jarang ditemukan pada mayoritas laki-laki. Masyarakat meyakini bahwa wajar bila laki-laki berada di luar rumah, bekerja atau meraih cita-cita setinggi-tingginya, termasuk lewat bersekolah, bukan mengurus persoalan domestik.
Perempuan dalam Islam
Pemikiran R.A. Kartini menumbuhkan golongan-golongan pergerakan Islam yang berorientasi untuk mengembangakan pendidikan Islam yang progresif dan berkemajuan. Pendidikan Islam mengalami perkembangan yang sangat pesat yang mampu menjawab tantangan zaman. Banyak sekolah Islam didirikan terbuka untuk anak perempuan tidak hanya anak laki-laki. Islam memandang perempuan sebagai makhluk istimewa yang diciptakan Allah SWT. Datangnya Islam memberikan kebebasan dan kemerdekaan kepada perempuan terlebih dalam hal kebebasan memperoleh pendidikan.
Pandangan Islam terhadap perempuan dapat dilihat dalam beberapa hal seperti berikut: 1) kedudukan perempuan dalam Islam, dapat dilihat dari sejarah sebelum dan setelah kedatangan Islam, selain itu juga terdapat ayat AlQuran yang menjelaskan kedudukan perempuan yaitu Q.S. Al-Hujurat ayat 13 dan Q.S. An-Nisaa ayat 34 yang ditafsirkan dari beberapa tafsiran, 2) Dasar Pendidikan Perempuan yang dapat dilihat dalam Q.S. Az-Zumar ayat 9, 3) Tujuan pendidikan perempuan yang bertitik tolak pada tujuan pendidikan Islam yaitu menjadikan peserta didik sebagai insan kamil dan khalifah fil ardhi, 4) Peran pendidikan perempuan dibagi menjadi dua, yaitu: peran dalam keluarga dan peran dalam masyarakat.[3]
Daftar Pustaka
Maftucah Yusuf, Perempuan Agama dan Pembangunan Wacana Kritis atas Peran dan Kepemimpinan Wanita, (Yogyakarta: Lembaga Studi dan Inovasi Pendidikan, 2000),
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2015)
Shalah Qazan, Membangun Gerakan Menuju Pembebasan Perempuan (Solo: Era Intermedia, 2001),
Fatima Umar Nasif, Menggugat Sejarah Perempuan, Mewujudkan Idealisme Gender sesuai Tuntunan Islam (Jakarta: CV Cendekia Sentra Muslim, 2001)
Asghar Ali Engineer, Hak-hak Perempuan dalam Islam (Yogyakarta: LSPPA, 2000)
Idris Apandi, "Mengenal Kurikulum Pendidikan “Masagi” Kota Bandung", Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/idrisapandi/57a99effbb22bd8b11136f0e/mengenal-kurikulum-pendidikan-masagi-kota-bandung?page=all.
Biodata
Nurul Jubaedah lahir di Garut, 19 Mei 1978. Mengajar di MTsN 2 Garut. Pendidikan : D1 Akuntansi (1995), S1 PAI UNIGA ( 2001), S1 Bahasa Inggris STKIP Siliwangi Cimahi (2007), S2 PAI UIN SGD Bandung (2012). Prestasi : Pembimbing KIR : Membimbing 27 judul Karya Ilmiah Remaja kategori sosial budaya, menghantarkan peserta didik juara 1,2,3, dan harapan 1 kategori Sejarah, Geografi, dan Ekonomi (tingkat Provinsi), juara harapan 1 dan 2 (tingkat Nasional) (Juli 2019-September 2021), guru berprestasi tahap 1 di GTK Madrasah (2021), lolos tahap 3 AKMI KSKK Madrasah (Februari 2022). Karya : 18 buku antologi (Januari-April 2022). Memiliki 540 konten pendidikan di canal youtube dan 34 artikel (Oktober 2021-April 2022). Blog : http://nuruljubaedah6.blogspot.com/. Instagram (nj_78). Email : [email protected]. Youtube Channel : http://www.youtube.com/channel/UCwC7RX8Z6weqEkgDtflVoiw Whatsapp : 081322292789.
[1] Kartono, Sudewo, dan Suhardjo, Perkembangan Peradaban Priyayi (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1987), hlm 100.
[2] “Masagi” adalah filosofi sunda yang singkat-padat tetapi memiliki makna yang mendalam. ”Jelema masagi”(Natawisastra,1979:14, Hidayat, 2005:219) artinya orang yang memiliki banyak kemampuan dan tidak ada kekurangan. Masagi berasal dari kata pasagi (persegi) yang artinya menyerupai (bentuk) persegi.
[3] Teori-teori di atas dapat dilihat dalam referensi sebagai berikut: Maftucah Yusuf, Perempuan Agama dan Pembangunan Wacana Kritis atas Peran dan Kepemimpinan Wanita, (Yogyakarta: Lembaga Studi dan Inovasi Pendidikan, 2000), Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2015) , hlm. 211-219, Shalah Qazan, Membangun Gerakan Menuju Pembebasan Perempuan (Solo: Era Intermedia, 2001), hlm. 58, Fatima Umar Nasif, Menggugat Sejarah Perempuan, Mewujudkan Idealisme Gender sesuai Tuntunan Islam (Jakarta: CV Cendekia Sentra Muslim, 2001), hlm. 17-36, Asghar Ali Engineer, Hak-hak Perempuan dalam Islam (Yogyakarta: LSPPA, 2000), hlm. 31-34.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.