Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Pramudya A.Rosadi

Sejarah Ucapan Selamat Idul Fitri Yang Tidak Banyak Diketahui Publik

Sejarah | Wednesday, 04 May 2022, 07:49 WIB
Silaturrahmi keluarga besar Haji Baderi di Sungai Tabuk, Kalimantan Selatan

Histori Ucapan Selamat Idul Fitri Yang Tidak Banyak Diketahui Publik

Oleh : Pramudya Arie Rosadi

Setelah menjalankan ibadah di bulan puasa dengan segala hiruk pikuk kegiatannya yang penuh hikmah dan keberkahan, tibalah saatnya kita menyambut hari kemenangan, Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada tanggal 1 Syawal, sebuah bulan baru di tahun Hijriah.

Tahukah anda, bahwa sebelum populernya istilah “Idul Fitri” sebagai ucapan hari raya sekarang ini, generasi sebelum kita di masa pemerintahan Hindia Belanda menyebut 1 Syawal sebagai “Garebeg Poeasa” dengan mengucapkan “Selamat Lebaran” kepada tetangga, handai taulan dan saudara. Pada masa kolonial itu, kalimat “Idul Fitri” sudah ada, namun tak begitu popular.

Pasca kemerdekaan, ucapan “Selamat Idul Fitri” mulai digunakan dan populer di media-media cetak saat itu, disertai ucapan “Semoga Bahagia”. Dan sejak tahun 1952 dan 1953 ditambah ucapan “Mohon Maaf Lahir dan Bathin”.

Kalimat “Minal Aidin Wal Faizin” mulai di gunakan di Indonesia pada pertengahan tahun 50an. Minal aidin wal faizin" merupakan petikan dari bahasa Arab :‘Aidin berasal dari kata ‘aidu yang artinya kembali. ‘Aidin merupakan bentuk fail (pelaku) yang menjadi jamak mudzakkar salim. Sementara, "aidin" dapat diartikan “orang-orang yang kembali”, sedangkan "al faizina" diambil dari kata kerja (fiil) faza. Seperti halnya "al ‘aiduna," "al faizina" juga menjadi jamak mudzakkar salim yang berarti “orang-orang yang menang”.

Pengertian "jamak mudzakkar salim" adalah bentuk kata yang menyatakan lebih dari satu dalam bentuk yang selamat dari perubahan pada struktur pokoknya dan menunjukkan arti laki-laki, disebut “salim” karena penanda perubahan berupa imbuhan akhir atau sufiks sehingga disebut salim, salim berarti selamat atau utuh.

Ucapan "minal aidina wal faizin" sendiri ternyata merupakan petikan dari lantunan syair pada masa Andalusia. Andalusia adalah sebuah komunitas otonomi Spanyol. Andalusia adalah wilayah otonomi paling padat penduduknya dan kedua terbesar dari 17 wilayah yang membentuk Spanyol. Ibu kotanya adalah Sevilla.

Penyair bernama Shafiyuddin al-Huli membawakan sebuah syair yang mengisahkan dendangan kaum wanita pada hari raya. Petikan dari salah satu syairnya itu terdapat kalimat “Ja’alna minal ‘aidina wal faizina (jadikan kami dari orang-orang yang menang dan orang-orang yang beruntung).”

Pada pertengahm tahun 80an, mulai populer kalimat baru di Indonesia, yaitu “Taqabbalallahu Minna waminkum”. Sebenarnya ini adalah sebuah kalimat doa yang sudah digunakan para sahabat Nabi Muhammad SAW, diucapkan setelah melaksanan sholat Ied yang diucapkan kepada tetangga, saudara dan keluarga mereka saat itu.

Versi terpendek kalimat ini adalah "Taqabbalallahu Minna Wa Minkum". Kemudian, versi kedua adalah 'Taqabbalallahu Minna Wa Minkum Taqabbal Yaa Kariim, Wa Ja'alanaallaahu Wa Iyyaakum Minal Aidiin Wal Faaiziin '.

Sementara itu, versi terpanjang adalah 'Taqabbalallahu Minna Wa Minkum Taqabbal Yaa Kariim, Wa Ja'alanaAllaahu Wa Iyyaakum Minal' Aaidiin Wal Wal Faiziin Wal Maqbuulin Kullu 'Ammin Wa Antum Bi Khair' Yang artinya semoga Allah menerima (amal ibadah Ramadhan) kami dan kamu. Wahai Allah Yang Maha Mulia, terima lah.. Dan semoga Allah menjadikan kami dan kamu termasuk orang-orang yang kembali dan orang-orang yang menang serta diterima (amal ibadah) setiap tahun, semoga kamu senantiasa dalam kebaikan'.

Demikian sekilas histori ucapan Selamat Idul Fitri di Indonesia, semoga menambah wawasan dan pengetahuan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image