Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sunarji Harahap

Kurban Dalam Pemerataan Ekonomi

Bisnis | Friday, 09 Jul 2021, 17:19 WIB

Ibadah kurban mencerminkan akan syarat ibadah ruhiyah dan juga ibadah sosial dalam satu kesatuan yang kentara. “Ditinjau dalam sudut pandang ekonomi Islam, kurban menjadi salah satu sarana distribusi dimana konsep distribusi dimasukkan di dalamnya unsur keadilan dan pemerataan.

Kurban berasal dari bahasa Arab, “Qurban” yang berarti dekat. Kurban dalam Islam juga disebut dengan al-udhhiyyah dan adh-dhahiyyah yang berarti binatang sembelihan, seperti unta, sapi (kerbau), dan kambing yang disembelih pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq sebagai bentuk taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah. Dalil Disyari’atkannya Kurban

Allah SWT telah mensyariatkan kurban dengan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah.Sesungguhnya orang-orang yang membencimu dialah yang terputus.”(Al-Kautsar: 1 — 3).“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagai syiar Allah. Kamu banyak memperoleh kebaikan dari padanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya.” (Al-Hajj: 36).

Dari Aisyah ra, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tidak ada suatu amalan pun yang dilakukan oleh manusia pada hari raya Kurban yang lebih dicintai Allah SWT dari menyembelih hewan Kurban. Sesungguhnya hewan Kurban itu kelak pada hari kiamat akan datang beserta tanduk-tanduknya, bulu-bulunya dan kuku-kukunya. Dan sesungguhnya sebelum darah Kurban itu menyentuh tanah, ia (pahalanya) telah diterima di sisi Allah, maka beruntunglah kalian semua dengan (pahala) Kurban itu.” (HR Tirmidzi).

Di antara amalan shaleh terpenting di bulan Dzulhijjah, selain ibadah haji adalah ibadah kurban. Berkenaan dengan fadilah kurban ini dapat kita simak Hadits berikut ini: Wahai Rasulullah Shallallahu a’alaihi Wassalam, apakah kurban itu?

Rasulullah menjawab: “Qurban adalah sunnahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Para Sahabat bertanya: “Apa keutamaan yang akan kami peroleh dengan qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.” Mereka menjawab: “Kalau bulu-bulunya?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” (HR. Ibnu Majah).

Di samping itu, Rasulullah Shallallahu a’alaihi Wassalam juga bersabda: “Barangsiapa yang mempunyai kelapangan, namun tidak berkurban, maka janganlah sekali-kali mendekati tempat shalat kami.” (HR Sunan Ibn Majah, 3123)

Ibadah kurban hukumnya sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Bagi orang yang mampu melakukannya lalu ia meninggalkan hal itu, maka ia dihukumi makruh. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa Nabi SAW pernah berkurban dengan dua kambing kibasy yang sama-sama berwarna putih kehitam-hitaman dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelih kurban tersebut, dan membacakan nama Allah serta bertakbir (waktu memotongnya).

Pelaksanaan kurban memiliki makna lain selain berkorban. Berkurban sendiri telah dilakukan sejak zaman Nabi Adam ketika Habil dan Qabil diminta untuk mempersembahkan hasil ternaknya kepada Allah sebagai wujud rasa syukurnya atas nikmat yang diberikan Allah.Ditinjau dari sisi ekonomi, kurban dapat mengurangi kesenjangan sosial diantara masyarakat.

berkurban dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ketika krisis ekonomi masih berlangsung, pertumbuhan ekonomi di Indonesia di topang oleh angka konsumsi. Perusahaan-perusahaan besar yang mengandalkan sumber daya impor jatuh terkapar, unit usaha kecil yang tidak membutuhkan bahan mentah atau bahan baku impor dan permodalan mandiri tetap bertahan. Usaha memelihara ternak kurban merupakan usaha rakyat yang kemungkinan kecil terkena imbas krisis ekonomi, memiliki pangsa pasar jelas, dan tidak membutuhkan bahan baku impor.

Satu hal lagi yang cukup penting yaitu distribusi hewan kurban. Bagi orang kota, memakan daging bukanlah suatu hal yang istimewa, paling tidak dapat makan daging 1x seminggu baik itu berbentuk bakso atau daging olahan lain. Sedangkan bagi masyarakat desa memakan daging hanya pada hari-hari istimewa misalnya pesta rakyat, hajatan, dan idul Adha. Bagi orang kota, memakan daging khususnya kambing kebanyakan dapat meningkatkan tekanan darah, karena input yang masuk melebihi output, sedangkan bagi orang desa memakan daging akan meningkatkan kadar gizi mereka. Karena itu sepatutnya ada lembaga yang mengatur kapasitas maksimal konsumsi daging kurban di perkotaan dan kelebihannya disalurkan ke pedesaan. Sehingga hakikatnya kurban dari warga desa oleh warga kota dan untuk seluruh warga.

Salah satu karakteristik ibadah dalam ajaran Islam adalah setiap ibadah pasti memiliki sisi sosial ekonomi, baik secara langsung maupun tidak langsung.Sehingga, manfaat suatu ibadah, bukan hanya dirasakan dalam konteks hubungan vertikal seorang hamba dengan Allah SWT, namun juga memiliki implikasi secara horizontal dengan sesama manusia.Beberapa ibadah bahkan memberi dampak ekonomi secara langsung (direct effect). Sebagai contoh adalah zakat dan ibadah haji, dimana pelaksanaan kedua ibadah tersebut secara langsung dapat menstimulasi kegiatan ekonomi dan bisnis masyarakat, mulai dari pemberian akses permodalan berbasis zakat produktif kepada kaum dhuafa untuk memulai usaha mereka, hingga industri transportasi, jasa komunikasi dan jasa layanan catering kepada jemaah haji.

Contoh ibadah lain, yang juga sangat istimewa, karena dilaksanakan pada hari yang sangat spesial, adalah ibadah qurban. Qurban adalah suatu ibadah yang sangat dicintai oleh Allah SWT, yang dilaksanakan mulai tanggal 10 hingga 13 Dzulhijjah.Secara spiritual, semangat berqurban mencerminkan ketundukan dan keridhoan terhadap segala ketentuan-Nya. Diharapkan, dampak dari ibadah qurban ini akan melahirkan pribadi yang memiliki komitmen dan semangat untuk mengorbankan segala yang dimiliki, demi tegaknya kalimat Allah di muka bumi. Qurban merupakan salah satu jalan untuk meraih predikat taqwa, dan merupakan bentuk dari rasa syukur terhadap nikmat yang telah Allah berikan (QS 108 : 1-2).

Secara ekonomi, pelaksanaan ibadah qurban ini juga memiliki empat implikasi. Pertama, dari sisi demand dan supply.Pada sisi permintaan, ibadah qurban ini menjamin adanya permintaan terhadap hewan qurban, baik kambing/domba maupun sapi/kerbau.Bahkan permintaan ini memiliki kecenderungan untuk meningkat dari waktu ke waktu, seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan, serta peningkatan kesadaran masyarakat untuk menunaikan ibadah ini.Kondisi permintaan yang seperti ini memberikan sinyal kepada kita untuk melakukan penataan dari sisi supply.Sisi penawaran ini harus bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk menggerakkan roda perekonomian masyarakat, terutama industri peternakan rakyat, yang notabene termasuk ke dalam kategori UMKM.Pertanyaannya sekarang, siapa yang lebih menikmati kenaikan penjualan domba dan sapi selama ini?Inilah tantangan besar bagi umat ini, bagaimana caranya agar penjualan domba dan sapi ini lebih banyak dinikmati oleh umat. Kedua, dari sisi ketahanan ekonomi. Ibadah qurban ini bisa menjadi instrumen untuk menjaga keseimbangan perekonomian domestik dalam menghadapi tekanan krisis global.Tentu saja dengan catatan bahwa hewan qurban tersebut merupakan hasil produksi dalam negeri. Jika pasokan hewan qurban tersebut berasal dari impor, maka yang akan menikmati adalah perekonomian negara eksportir hewan qurban. Permintaan domestik yang tinggi, akan sangat menguntungkan negara mereka, seperti Australia yang menjadi eksportir sapi terbesar ke tanah air. Oleh karena itu, perlu dipikirkan secara lebih serius, bagaimana caranya meningkatkan produksi dalam negeri, sehingga pengadaan hewan qurban ini bisa dipenuhi oleh para peternak lokal. Salah satunya adalah dengan membangun dan mengembangkan sentra industri peternakan rakyat.Beberapa upaya lembaga zakat, baik BAZNAS dan LAZ, untuk membangun sentra usaha ternak yang dikelola oleh kaum dhuafa, perlu didukung.Keberadaan sentra-sentra ini harus diperbanyak, dan kelompok masyarakat calon pequrban perlu didorong untuk membeli dari ternak usaha rakyat tersebut.Jika usaha membangun sentra peternakan rakyat ini mengalami kendala permodalan, maka perbankan syariah dapat ikut terlibat dalam pembiayaannya.Untuk itu, inovasi model bisnis yang menguntungkan semua pihak perlu diciptakan. Ketiga, Kurban dapat membantu memperkuat ketahanan pangan nasional, dimana kelompok dhuafa mendapatkan tambahan pasokan daging yang siap dikonsumsi.Meskipun sifatnya sangat temporer, tapi paling tidak, qurban ini diharapkan dapat meningkatkan konsumsi daging per kapita masyarakat, yang saat ini baru mencapai angka tujuh kilogram per kapita per tahun.Masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi daging warga Malaysia yang mencapai angka 44 kg per kapita per tahun. Rendahnya konsumsi daging ini antara lain disebabkan oleh banyaknya jumlah warga yang tidak memiliki kemampuan untuk membeli daging. Dengan qurban, minimal mereka memiliki kesempatan untuk mengkonsumsi daging.Keempat, qurban dapat meningkatkan produktivitas perekonomian. Semangat berqurban akan melahirkan pribadi-pribadi yang produktif. Jika tidak produktif, maka seseorang tidak mungkin memiliki kemampuan untuk berqurban. Produktivitas individu dan masyarakat merupakan modal sosial yang sangat berharga dalam upaya membangun peradaban ekonomi syariah

Setiap tanggal 10 Dzulhijjah umat Islam memperingati Hari Raya Kurban. Dzulhijjah adalah di antara bulan-bulan yang memiliki keutamaan tersendiri. Rasulullah Shallallahu a’alaihi Wassalam bersabda: “Tidak ada hari-hari, di mana amalan shaleh di dalamnya lebih dicintai Allah daripada (amalan shaleh) di 10 hari pertama (bulan Dzulhijjah). Para Sahabat bertanya: Apakah termasuk jihad di jalan Allah? Beliau bersabda: Ya, termasuk jihad (yang dilakukan di luar 10 hari tsb), kecuali orang yang pergi (berjihad) dengan nyawa dan hartanya, dan dia tidak kembali lagi.” HR. Bukhari

Penulis

Sunarji Harahap, M.M.

Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara dan Pemerhati Ekonomi Syariah

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image