Menguak Makna Lailatul Qadar
Guru Menulis | 2022-05-01 11:58:36Makna lailatulqadar dalam Kamus bahasa Indonesia disebutkan malam turunnya wahyu Allah (yakni pada malam gasal bulan Puasa sesudah tanggal 20), yang apabila seseorang beralamal kebaikan pada malam itu, pahalanya akan dilipatkandakan setara dengan beramal seribu bulan, maka disebut sebagai malam kemuliaan. Buya Hamka (Hamka, 1982, p. 225) mennyebutkan bahwa malam Lailatulqadar itu adalah malam mula turunya Alquran.
Dalam tafsir Jamiul Bayan An Ta’wilil Qur’an karya Ath-Thabari menyatakan bahwa lailatul qadar itu diselamatkan dari segala keburukan, dari awal turun hingga sampai terbitnya fajar, dari malam tersebut. Almahalli dan Asyuthi menjelaskan sebagai malam yang penuh kebesaran dan kemuliaan (Asyuyuthi, 2022). Almaraghi mengatakan yaitu malam diturunkannya Al-Qur’an adalah malam jum’at tanggal 17 Ramadhan (Al-Maraghi, 2006).
Manurut tata bahasa Arab (nahwu) kata lailatulqadar terdiri atas dua kata yaitau kata lail dan alqadar. Lail artinya mulai terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar sadik (malam) (Shofwan, 2007, p. 142). Al-Qurtubi ialah nilai yang tinggi atau yang mempunyai kedudukan yang tinggi (Al-Qurthubi, 1993).
Di dalam hadis-hadis dikenali makna lailatulqadar dengan berbagai waktu dan tandanya-tandanya, sedang di dalam Alquran dijelaskan makna alqadar adalah berarti ketentuan atau ukuran, seperti tersurat dalam Alquran surat Alqmar ayat 49:
إِنَّا كُلَّ شَيۡءٍ خَلَقۡنَٰهُ بِقَدَرٖ ٤٩
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.”
Makna Lailatulqadar pada hakikatnya sudah dijelaskan dalam Alquran surat Alqadar yang penuh simbol dan makna.
إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةِ ٱلۡقَدۡرِ ١ وَمَآ أَدۡرَىٰكَ مَا لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ ٢ لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ خَيۡرٞ مِّنۡ أَلۡفِ شَهۡرٖ ٣ تَنَزَّلُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ فِيهَا بِإِذۡنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمۡرٖ ٤ سَلَٰمٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطۡلَعِ ٱلۡفَجۡرِ ٥
“1. Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan
2. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu
3. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan
4. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan
5. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”
Dalam surat itu, pertama, Allah memeberikan penjelasan bahwasanya Alquran itu diturunkan pada malam qadar yang diterjemahkan sebagai malam kemuliaaan atau penentuan. Lalu Allah bertanya apa yang dimaksud dengan lailatulqadar. Apabila kita telisik lebih jauh dalam surat itu ada kata kata lail. Kata tersebut merupakan perlambangan suasana manusia sedang tidur, tenang, damai, istirahat. Dapat diindikasikan bahwa hati yang tenang dan damai yang mampu menyerap ajaran-ajaran Quran yang diturunkan Allah.
Jadi kata lail tak tidak hanya berarti malam sebab kata tersebut itu adalah simbol yang disebutkan tadi. Mengapa demikaian, karena di setiap tempat, terjadinya waktu malam tidak sama, di tempat lain mungkin saja siang. Apabila di tempat kita Indonesia malam, bisa saja di Eropa waktu siang. Sekalipun demikian bahwa suasana lailatulqadar, tetap akan dialami manusia dalam terjaga ataupun siang.
Artinya pula bahwa mengejar lailatulqadar atau malalam kemuliaan tidak harus mengejar matahari yang sudah terbenam sampai ke barat, karena susasana lailatulqadar melekat pada hati dan tindakan manusia yang selalu, telah, dan akan mengimplementasikan kebaikan-kebaikan pada bulan Ramadan baik malam maupun siang harinya.
Kedua, khairun min alfi syahrin. Hal ini jelas dapat merujuk dari berbagai tafsir. Ungkapan itu menunjukkan kebaikan-kebaikan yang berlipat-lipat, tak terhingga nilainya di sisi Allah karena diartikan atau dikatakan lebih baik daripada seribu bulan. Allah melipatgandakan nilai kebaikan yang dilakukan oleh manusia di bulan itu.
Ketiga ada kata malaikat dan ada kata ruh pada ayat keempat. Kita tahu bahwa malaikat merupakan makhluk Allah yang selalu taat kepada-Nya, yang tak pernah sedikitpun berbuat kemunkaran. Dan kata ruh yang ditafsirkan oleh para ulama sebagai malaikat Jibril tentu sangatlah tepat.
Mengapa malaikat Jibril? Malaikat Jibril pekerjaannya adalah menyampaikan wahyu kepada para Nabi termasuk Nabi Muhammad Saw. Tugas lainnya menyampaikan ilham kepada manusia. Artinya adalah sebagai simbol makhluk yang menberikan pencerahan kepada manusia di muka bumi. Jadi sejatinya manusia yang beroleh lailatulqadar adalah memberikan pencerahan kepada orang lain baik ilmu maupun hartanya dengan bersedekah dan beramal salih lainnya.
Jadi hamba Allah yang mendapatkan lailatulqadar memiliki tanda-tanda yang disebutkan di atas, yaitu bersikap tenang, sabar, tawakal seperti yang digambarkan dengan kata lail. Kedua selalu tunduk patuh kepada Allah SWT., seperti yang digambarkan oleh Allah dengan kata malaikat. Ketiga selalu memberikan pencerahan kepada orang lain sesuai pengetahuan dan profesinya masing-masing dengan saling nasihat-menasihati dalam kebenaran dan kesebaran, serts sedeksh dsn smsl sslih lsinnys, seperti yang digambarkan dengan kata ruh (yang ditafsirkan sebagai malaikat Jibril).
Maka tidak salah bahwa tanda-tanda orang yang mendapatkan lailatulqadar seperti juga yang digambarkan dalam hadis sebagai suatu simbol yang tepat. Seperti dalam dadis Muslim dideskripsikan, “Matahari terbit pada pagi hari, tanpa cahaya yang menyilaukan, bagai belanga yang meninggi.”
Merujuk pada hadits yang bersumber dari Ibnu Abbas RA, bahwa Rasulullah Saw., bersabda: "Lailatul qadar adalah malam tentram dan tenang, tidak terlalu panas dan tidak pula terlalu dingin, esok paginya sang surya terbit dengan sinar lemah berwarna merah (Bukhari dan Muslim)." Ketenangan malam lailatul qadar ini juga dijelaskan dalam hadits At Thabrani dalam Al-Mu'jam Al Kabir jilid 22 dengan sanad hasan.
"Lailatul qadar adalah malam yang terang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak ada yang dilempar pada malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi setan)." Frof. Muhammad Quraish Shihab menyebutkan sedikitnya dua tanda bagi orang yang menerima kesempatan berjumpa dengan malam lailatul qadar, yakni bertambahnya kebaikan dan merasakan adanya ketenangan.
“Pertama, bertambahnya kebaikan. Kebaikan yang dimaksud adalah kebaikan yang menyeluruh, dari perkataan, sikap, hingga perbuatannya,”
Adapun tanda kedua adalah ketenangan. Karena mayoritas ulama mengartikan ketenangan/kedamaian yang dimaksud sifatnya berkelanjutan sebagimana termaktub pada ayat terakhir surat Al-Qadar.
“Salamun hiya hattaa mathla’il fajr, pada malam itu, kedamaian dirasakan oleh orang yang beruntung menjumpai malam lailatul qadar hingga terbitnya fajar. Atau keesokan harinya,”
Paparan itu disandarkan pada ayat itu juga menceritakan bahwa pada malam tersebut malaikat turun ke bumi. Selain itu, kalimat mathla’il fajr (terbitnya fajar) juga diartikan sebagai terbitnya kehidupan baru bagi manusia setelah mengalami kematiannya (Arrahmah, 2022).
Telah dijelaskan bahwasanya setiap malam adalah lailatulqadar. Dalam kitab Hilyah al-Auliyâ’ wa Thabaqât al-Ashfiyâ’, Imam al-Hafidh Abu Na’im al-Ashfahani mencatat sebuah riwayat tentang Imam Ibrahim bin Adham saat diajak mencari lailatul qadar di Madinah. Berikut riwayatnya:
: حدثنا عبد الله بن محمد ثنا عبد الله بن زكريا ثنا موسي بن عبد الله الطرسوسي قال: سمعت أبا يوسف الغسولي يعقوب بن المغيرة يقول: كنّا مع إبراهيم ابن أدهم في الحصاد في شهر رمضان فقيل له: يا أبا إسحاق لو دخلت بنا إلي المدينة فنصوم العشر الأواخر بالمدينة لعلنا ندرك ليلة القدر. فقال: أقيموا ههنا وأجيدوا العمل ولكم بكل ليلة ليلة القدر.
Abdullah bin Muhammad bercerita, Abdullah bin Zakariya bercerita, Musa bin Abdullah al-Thursusi bercerita, ia berkata: “Aku mendengar Abu Yusuf al-Ghasuli Ya’qub bin al-Mughirah berkata: ‘Kami bersama Ibrahim bin Adham saat panen di bulan Ramadhan.’ Dikatakan kepadanya: ‘Wahai Abu Ishaq, andaikan kau masuk bersama kami ke Madinah, kemudian (menghabiskan) sepuluh hari terakhir berpuasa di Madinah, boleh jadi kita akan mendapatkan lailatul qadar.’ Ibrahim bin Adham mengatakan: ‘Lakukanlah di sini (sekarang juga), dan kerjakan amal dengan baik. Bagi kalian, setiap malam adalah lailatul qadar.’” (al-Ashfahani, 1988, p. Juz 8: 378)
Apa yang dikemukakan Imam Ibrahim bin Adham di atas adalah hal biasa di antara ulamâ’ul ‘ârifîn di masa lampau, yaitu orang-orang yang menghidupkan hari-harinya dengan lailatul qadar. Mereka menganggap setiap hari adalah lailatul qadar. Aktivitas dan rajinnya ibadah mereka tidak bersifat harian, mingguan atau bulanan. Setiap hari mereka beramal seperti orang yang beramal mengharapkan lailatul qadar (mitslul ‘âmil fî lailatil qadr) (Zahara, 2022). Seorang ulama, Imam Abu Thalib Almakki mengatakan
: كل ليلة للعارف بمنزلة ليلة القدر
Artinya: “Setiap malam bagi seorang ‘arif statusnya (sama dengan) lailatulqadar.” (al-Makki, 2016, p. Juz 1: 155)
Ada dua poin penting yang ada dalam tulisan ini. Makna lailatulkadar sudah jelas berdasarkan surat Alqadar. Hal ini sama seperti penjelasan dalam hadis-hadis Rasulullah Saw. Baik Alquran maupun hadis tidak hanya dapat dimaknai secara literal saja, lebih luas dapat diungkap sebagai suatu makna simbolik sesuai dengan teks kalimatnya. Jadi kedunya baik Alquran maupun hadis memiliki makna simbolik yang serupa. Hanya saja hadis memberikan penjelasan secara rinci. Perincian itu pun dapat dikatakan sebagai suatu simbol.
Kedua Lailatulkadar dari sebagian pendapat ulama ada yang menyatakan sepanjang tahun tidak hanya di bulan Ramadan saja tetapi juga di luar Ramadan. Wallahu Alam.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.