Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sheilamida nanda muhaeni

PERMASALAHAN ZAKAT DI INDONESIA DAN TAWARAN SOLUSINYA

Info Terkini | Wednesday, 30 Jun 2021, 06:22 WIB

Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang wajib ditunaikan oleh setiap umat Islam. Zakat memiliki potensi yang besar di Indonesia dalam menanggulangi permasalahan masyarakat. Namun dalam implementasinya dihadapkan kepada sejumlah permasalahan. Permasalahan tersebut dibagi kepada tiga stakeholder yang berperan yaitu regulator khususnya pemerintah, Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) sebagai pihak pengelolanya, dan Masyarakat sebagai muzaki (pemberi zakat) dan mustahik (penerima zakat). Jika ketiga stakeholder tersebut mampu bersinergi dengan baik, maka berbagai permasalahan tersebut bisa diatasi.

Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Pada tahun 2013 jumlah penduduk Muslim Indonesia mencapai 87.21% (Kemenag, 2013). Dapat dipastikan dengan jumlah penduduk Muslim terbesar, Indonesia juga memiliki potensi zakat yang besar. Berdasarkan penelitian Baznas, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Islamic Development Bank (IDB), potensi zakat nasional sebesar Rp 217 triliun. Angka tersebut harusnya dapat berdampak luar biasa dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia. Namun demikian laporan BAZNAS mengungkapkan bahwa dari potensi zakat tersebut yang bisa terserap dan dikelola oleh lembaga BAZNAS baru mencapai Rp. 450 Milyar untuk tahun 2007, meningkat menjadi Rp 2,73 triliun pada tahun 2013 atau hanya sekitar 1% saja. Sejauh ini penelitian tentang zakat membahas mengenai potensi zakat, dampak zakat terhadap kesejahteraan masyarakat dan masalah sosial lainnya, ataupun studi tentang realisasi penerimaan dana zakat secara terpisah. Kahf (1987) mengestimasi potensi zakat pada delapan negara Islam yaitu Mesir, Indonesia, Pakistan, Qatar, Saudi Arabia, Sudan, Syria, dan Turki. Studi tersebut melakukan estimasi zakat,dengan tiga cara: 1) berdasarkan fikih tradisional, 2) berdasarkan perhitungan dari Qardawi yakni zakat pendapatan dihitung 2.5% sedangkan keuntungan bersih pada aset tetap dihitung 10%, dan 3) modifikasi dari versi Qardawi yakni seluruh zakat baik dari aset tetap dan pendapatan dihitung sama sebesar 2.5%. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa potensi zakat di Indonesia berkisar antara 1 sampai 2 persen dari PDB.

Hasil penelitian Indrijatiningrum menyatakan bahwa beberapa persoalan utama zakat adalah gap yang sangat besar antara potensi zakat dan realisasinya, hal ini disebabkan masalah kelembagaan pengelola zakat dan masalah kesadaran masyarakat, serta masalah sistem manajemen zakat yang belum terpadu. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu dilakukan strategi yang dapat mengatasi ancaman dan tantangan yang dihadapi dan memperbaiki kelemahan OPZ secara keseluruhan. Prioritas kebijakan yang perlu dilakukan yaitu penerapan sanksi bagi muzaki yang tidak berzakat, meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk meningkatkan keprofesionalisme, kredibilitas, akuntabilitas, dan transparansi OPZ; dan mensinergikan pelaksanaan sistem pajak dan zakat secara nasional. Skenario terbaik dalam meningkatkan potensi zakat adalah melalui reformasi perundangundangan. dalam disertasinya menyatakan beberapa isu utama pengelolaan zakat: (1) Rendahnya pengetahuan zakat yang berakibat tidak ketidakefektifan pengumpulan zakat, hal ini berimplikasi perlunya sosialisasi zakat guna meningkatkan kesadaran membayar zakat; (2) Rendahnya keimanan juga mempengaruhi ketidakefektifan pengumpulan zakat; (3) Perbedaan pandangan terhadap fikih zakat juga merupakan faktor penghambat ketidakoptimalan penghimpunan zakat; (4) Faktor transparansi yang masih rendah dari lembaga zakat berimplikasi terhadap rendahnya pembayaran zakat pada lembaga zakat. Dan dalam pengelolaan zakat juga masih lemahnya sumberdaya manusia (SDM) amil. Kebanyakan amil tidak menjadikan pekerjaannya sebagai profesi atau pilihan karir, tapi sebagai pekerjaan sampingan atau pekerjaan paruh waktu.

Solusi dalam pengelolaan zakat dengan menggunakan metode AHP (Analytic Hierarchy Process). Hasil penelitian mengungkapkan bahwa terdapat tiga macam prioritas masalah dan solusi pengelolaan zakat yang dibagi berdasarkan lembaga pemangku kepentingan (stakeholder) pengelolaan zakat, yaitu regulator, organisasi pengelola zakat (OPZ), serta muzaki dan mustahik zakat. Dalam pemecahan masalah pengelolaan zakat adalah OPZ dan prioritas solusi regulator adalah sertifikasi amil. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode AHP. Orang pertama yang mengembangkan Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah Thomas L Saaty. Saaty (2008) mengatakan bahwa, “The Analytic Hierarchy Process (AHP) is a theory of measurement through pairwise comparisons and relies on the judgements of experts to derive priority scales.”AHP adalah sebuah teori pengukuran melalui perbandingan berpasangan yang bergantung kepada penilaian para pakar yang dapat menghasilkan skala prioritas. Saaty (1991), menyatakan bahwa penyelesaian masalah dengan AHP terdapat beberapa prinsip dasar, yaitu: Decomposition, Comparative Judgement, dan Synthesis of Priority. Decomposition artinya memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tersebut. Comparative judgement adalah melakukan perbandingan antar elemen-elemen dalam hirarki yang disajikan dalam bentuk matriks. Perbandingan ini dilakukan dengan cara berpasangan antar elemen. Cara ini disebut juga pairwise camparation. Sementara itu hasil akhir dari seluruh prioritas adalah melakukan Synthesis of Priority. Dengan demikian maka akan diperoleh prioritas masing-masing elemen. Ada tiga tahapan penelitian yang akan dilakukan.

Konstruksi Model

Konstruksi model AHP disusun berdasarkan kajian pustaka secara teori maupun empiris. Penelitian ini melibatkan empat orang informan yang terdiri dari praktisi zakat. Dua orang informan diambil dari Provinsi Banten, dan dua informan lainnya dari Provinsi Kalimantan Selatan. Pemilihan daerah didasari oleh perbedaan potensi zakat dimana Banten memiliki potensi zakat yang tinggi sedang Kalimantan Selatan memiliki potensi zakat yang sedang. Perbedaan ini diharapkan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih kaya dan beragam. Dalam tahapan konstruksi model ini para informan diajak untuk melakukan diskusi secara mendalam (in-depth interview).

Kuantifikasi Model

Tahap kuantifikasi model menggunakan pertanyaan dalam kuisioner berupa perbandingan berpasangan (pairwise comparison) antar elemen untuk mengetahui mana diantara keduanya yang lebih penting. Pengukuran dilakukan dengan skala numerik 1-9. Data hasil penilaian kemudian dikumpulkan dan input melalui software Superdecisions.

Sintesis dan Analisis

Sebelum data terolah dianalisis, akan dilakukan validasi data, yaitu dengan melakukan uji konsistensi. Data dianggap konsisten jika memiliki nilai rasionkonsistensi/consistency ratio (CR) 0.1 (Saaty: 1994). Jika nilai CR lebih besar dari 0,1, maka akan dilakukan penilaian (judgement) ulang oleh informan. Jika nilai CR telah konsisten, maka bobot prioritas elemen yang telah ada dapat digunakan sebagai dasar untuk analisis data dan interpretasi hasil.

Demikian pula menurut kedua model tersebut prioritas solusi OPZ adalah membangun sinergi antar stakeholder zakat dan prioritas solusi muzaki/mustahik adalah perbaikan materi zakat dalam pelajaran sekolah. Meskipun menggunakan dua objek penelitian yang berbeda, ternyata hasil prioritas antara model AHP memiliki banyak kesamaan hasil (priorities). Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh adanya kemiripan jaringan model dalam connecxions (hubungan) antar node (simpul) yang telah terbentuk di dalam software superdecisions.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image