Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image RISNAWATI RIDWAN

Mengapa Istri Harus Mempunyai Penghasilan Sendiri

Eduaksi | Monday, 28 Jun 2021, 11:23 WIB

Terinspirasi dari status whattsapp seorang kawan membuat saya ingin menulis tentang hal tersebut. Tulisan meme di statusnya berbunyi mengapa seorang istri perlu memiliki penghasilan pribadi. Ada beberapa sebab seorang istri menginginkan mempunyai penghasilan sendiri dan mandiri secara finansial. Jawaban klisenya adalah eksistensi diri dan jangan rugi sudah sekolah tinggi dan jauh.

Jawaban tersebut tentunya berasal dari sudut pandang istri. Namun ada kondisi yang kadang-kadang terlupakan, padahal menjadi penyebab paling penting seorang istri sehingga harus mempunyai penghasilan sendiri dan roda rumah tangga tetap berjalan semestinya.

Beberapa ulasan penting sehingga istri harus menghasilkan pendapatan sendiri.

1. Suami sakit parah

Suami sakit apalagi parah dan membutuhkan pengobatan yang intens tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Biaya pengobatan seperti yang kita ketahui tidaklah murah. Walaupun ada asuransi kesehatan yang telah dicicil premi oleh suami saat sehatnya, tetapi biaya operasional selama suami sakit tidak bisa di claim pada perusahaan asuransi.

Beruntung jika suami mempunyai pekerjaan yang penghasilannya dibayarkan per bulan, biasanya tetap menerima sejumlah gaji walaupun dipotong karena sakit. Dibandingkan dengan suami yang bekerja dan mendapat penghasilan harian, sehari tidak bekerja maka sehari tidak makan. Dengan alasan suami sakit, setidaknya istri mempunyai penghasilan untuk mendukung tetap mengebulkan asap di dapurnya.

2. Suami di PHK dari perusahaan

Suami sakit saja menimbulkan masalah yang berat bagi perputaraan ekonomi keluarga. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini. Banyak pekerja yang di PHK oleh perusahaan tempatnya mencari nafkah. Apalagi jika perusahan tempat kerja suami masih tergolong menengah dan kecil. Perusahaan besar saja juga banyak merumahkan pegawainya. Pertimbangan perusahaan adalah adalah perusahaan tetap hidup dengan biaya operasional dikurangi.

Suami yang di PHK oleh perusahaan biasanya mendapatkan pesangon sebagai bentuk terima kasih dari perusahaan yang selama ini telah banyak dibantu oleh pekerjanya. Besar kecilnya pesangon ini sangat ditentukan oleh tanggung jawab dari si pekerja dalam hal ini suami.

Jika si istri bekerja baik itu sebagai pekerja kantoran, atau usaha kecil-kecilan di rumah sambil ngemong anak maka goncangan putusnya finasial rumah tangga tidak terlalu buruk. Dengan bekerja, istri dapat membantu membeli kebutuhan anak-anak terutama kebutuhan sekolahnya.

Seseorang yang di PHK juga mengalami goncangan psikis, apalagi ditambah dengan goncangan dari istri yang merongrong meminta uang belanja. Tentunya akan terjadi perang rumah tangga yang sangat sulit untuk diredam.

3. Suami berpulang terlebih dahulu.

Suami berpulang terlebih dahulu tentunya juga menguncang keluarga yang ditinggalkan. Bagi istri yang tidak bekerja, guncangan finasial lebih terasa lagi. Apalagi jika anak-anak masih kecil sehingga kebutuhan anak-anak sangat besar terutama dalam hal pendidikannya.

Dalam situasi ini, mau tidak mau, suka tidak suka si istri harus mulai mnecari penghasilannya sendiri. Jika dalam 2 situasi sebelumnya, istri masih ditemani oleh suami, bahkan suami ada kemungkinan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik lagi, tetapi dalam phase ke tiga ini istri harus berdiri sendiri untuk menopang keluarganya agar tetap hidup.

4. Suami berpulang ke rumah wanita lain

Pada situasi ini, jika suami berpulang ke rumah wanita lain, maka sebagian besar istri akan beranggapan bahwa suami telah “berpulang” ke haribaan-Nya. Biasanya motivasi istri untuk bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar dari keluarga yang ditinggalkan. Tetapi juga sebagai bentuk pembuktian diri bahwa tanpa suami, si istri juga bisa bertahan hidup bahkan lebih eksis dari pada masih bersama suami.

Dan banyak kasus yang terjadi bahwa istri akan semakin berjaya saat sang suami telah berpulang ke rumah wanita lain.

5. Suami tidak mau membeli perlengkapan khusus wanita yang berharga mahal

Khusus poin ini tidak termasuk dalam meme status WA teman saya. Tetapi ungkapan ini disebutkan oleh salah satu teman saya. Dia mengatakan suaminya tidak mau membeli pakaian yang harganya satu bulan gaji suaminya. Saat mendengar certanya tentu saja saya tertawa ngakak. Suami masih waras untuk menolak keinginan istrinya yang keinginanya luar biasa tersebut. Padahal kawan saya sedang hamil, dengan alasan ngidam pun si suami tetap tidak peduli.

Namun sebagai sesama istri dan wanita pekerja, saya sangat memahami ungkapan teman saya ini. Kadangkala seorang wanita rela mengeluarkan uang banyak untuk kebutuhan pribadinya yang menurut para pria tidak bermanfaat. Hal ini lah yang semakin mewajibkan seorang istri untuk mempunyai penghasilan pribadi sehingga saat mempunyai keinginan gila dapat terpenuhi.

Tentunya kita tetap melihat juga secara rasional bagaimana sebaiknya mengelola keungan rumah tangga. Karena rumah tangga bukan hanya terdiri dari suami dan istri. tetapi ada juga anak-anak. Bahkan ada termasuk mertua, orang tua, ipar, adik dan kakak. Semuanya kembali kepada niat masing-masing dalam mencari penghidupan dan menggunakan hartanya

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image