Pedagang Mabrur Tidak Mengotori Dengan Sumpah
Eduaksi | 2021-06-27 21:22:22Kita sering menjumpai pedagang yang menyumbar sumpah hanya demi meyakinkan pembeli. Sebagai contoh sumpah tadi pembeli sebelumnya sudah membeli dengan harga Rp. 100.000,-. Nah bagaimana mengenai hal-hal seperti menurut agama Islam?
Sebelumnya mari kita perhatikan hadist berikut :
Artinya : Dari Rifaâah bin Rafiâ, Nabi pernah ditanya mengenai pekerjaan apa yang paling baik. Jawaban Nabi, âKerja dengan tangan dan semua jual beli yang mabrurâ [HR Bazzar no 3731 dan dinilai shahih oleh al Hakim. Baca Bulughul Maram no 784].
Dalam hadist tersebut Rasulullah menyebut jual beli yang mabrur, jadi mabrur bukan hanya disandang oleh ibadah haji, tapi jual beli juga bisa mabrur. Maksud dari kata mabrur itu sendiri adalah mengandung kebaikan yang banyak.
Dalam hadist tersebut jual beli tergolong pekerjaan yang mulia, makanya jangan sampai di kotori. Salah satu penyebab kotornya penjualan adalah melakukan ucapan sumpah. Mari kita simak seksama hadist berikut ini :
Artinya :âSumpah itu melariskan barang dagangan, namun menghilangkan keberkahan.â (HR. Bukhari no. 2087 dan Muslim no. 1606)
Kalau kita simak secara seksama hadist tersebut maka kita dapati bahwa, sumpah yang ditujukan untuk melariskan barang dagangan, baik itu sumpah jujur atau pun sumpah palsu, itu akan menghilangkan keberkahan harta yang didapatkan oleh seorang muslim.
Untuk itulah seharusnya para pedagang memperhatikan hal-hal semacam ini, agar kegiatan perdagangan atau jual beli yang dia lakukan betul-betul mendatangkan keberkahan dari Allah Taâala. Pekerjaan berdagang yang mulia janganlah dikotori dengan sumpah hanya demi meyakinkan pembeli sehingga dagangannya laris terjual. Jadilah pedagang yang mabrur.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.