Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Lulu Nugroho

Islam Melindungi Generasi Emas

Info Terkini | 2021-06-27 15:01:20

Kasus penyebaran Covid-19 kini semakin meluas. Jumlah pasien positif, bertambah secara signifikan dari hari ke hari. Dan itu merata di semua wilayah di negeri ini. Para tenaga kesehatan pun banyak yang tumbang dan berguguran, tidak mampu menghadapi lonjakan kasus yang demikian besar.

Hal ini juga menimpa anak-anak. Jumlah kematian mengalami kenaikan hampir 50% pada anak balita selama pandemi. Setidaknya ada 1.000 kematian anak di Indonesia setiap minggunya. Padahal di awal pandemi, WHO sebagai lembaga kesehatan dunia mengklaim bahwa kasus anak terpapar virus, sangat jarang terjadi. (Kompas.com, 14/6/2021)

Namun setelah waktu berlalu, fakta menunjukkan hasil yang jauh berbeda. Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) terdapat proporsi kasus Covid-19 pada anak usia 0-18 tahun mencapai 12,5 ,% Dengan demikian, artinya, 1 dari 8 kasus konfirmasi Covid-19 adalah anak-anak. (Kompas.com, 19/6/2021)

Orang tua tentu merasa khawatir, sebab anak-anak sangat sulit untuk taat terhadap pelaksanaan proteksi kesehatan yang dikenakan terhadap dirinya. Mereka sulit untuk diam di rumah. Keinginan bermain bersama teman, tak terbendung. Hingga acapkali ke luar rumah, tanpa menggunakan masker. Begitu pula halnya penjagaan terhadap kebersihan dirinya.

Alhasil tingkat kematian akibat Covid-19 atau case fatality rate pada anak-anak di rentang usia tersebut juga mengalami peningkatan, hingga mencapai 3-5 %. Maka tidak bisa tidak, kecuali mengembalikan tanggung jawab ini pada orang tua dan keluarga untuk menjaga buah hatinya. Taat prokes orang tua dan anak-anak, menjadi satu-satunya upaya terakhir melindungi manusia kecil ini dari terpapar virus.

Sesungguhnya negara memiliki peran penting menjaga warganya. Namun sepanjang satu tahun keberlangsungannya, kepemimpinan yang ada di dunia tampak gagap menghadang pandemi. Laju penyebaran virus ini semakin tak terkendali. Solusi yang selama ini diambil hanya merujuk pada rekomendasi WHO.

Pun dengan melakukan berbagai penyesuaian di sana sini untuk menyelamatkan ekonomi negara. Sehingga hasil yang didapat, tidak maksimal. Tampak strategi tambal sulam ala kadarnya, sehingga penyebaran wabah semakin menjadi-jadi. Bahkan dikabarkan varian baru mulai masuk dan berebut panggung dengan pendahulunya, di bumi pertiwi.

Akibatnya penderitaan masyarakat, berlarut-larut. Strategi yang sudah diterapkan selama ini pun gagal menyelamatkan masyarakat, terlebih bagi anak-anak bangsa. Mereka terpapar virus. Sementara generasi merupakan aset berharga bagi perubahan. Kewajiban negara untuk membentuk anak-anak bangsa menjadi berkualitas dan berdaya.

Penguasa yang tidak cakap mengampu tugas mengelola urusan umat, tentu tidak mampu memenuhi kebutuhan hajat hidup orang banyak. Akibatnya akan gagal mengatasi pandemi, dan berdampak pada generasi. Hal ini wajar, sebab manusia memiliki banyak kelemahan. Mengandalkan kekuatan akalnya untuk mengatur umat adalah kesalahan terbesar.

Dalam sistem sekularisme, pemimpin negeri bertumpu pada akalnya pikirannya semata, yang sarat dengan kepentingan banyak pihak. Peran Allah ditiadakan. Sehingga sedari awal negara tidak mengacu pada Islam. Sementara janji Allah, pertolongan-Nya akan datang lebih cepat tatkala manusia bersegera berkhidmat mentaati-Nya.

Di masa lalu, Rasulullah dan para Khalifah sesudahnya telah mencontohkan dengan menggunakan mekanisme penguncian wilayah atau lockdown, sesuai dengan besaran wilayah terjadinya sebaran virus. Wabah tidak boleh ke luar dari wilayah tersebut. Masyarakat di sana dijamin dengan fasilitas pengobatan terbaik, juga kebutuhan lainnya seperti pangan, sandang dan papan.

Negara mengerahkan segala upaya sebagaimana hadits riwayat Bukhari, bahwa Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya. Para pemimpin dengan keimanan yang tinggi, bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Mereka tidak berani melalaikan amanah. Dengan menerapkan karantina atau lockdown, wabah penyakit segera dapat diatasi.

Inilah kerusakan yang terjadi akibat berhukum pada aturan di luar Islam. Saat ditinggalkan hukum syara, maka kemudaratan akan berlangsung lebih lama. Banyak pihak dirugikan. Kegiatan belajar mengajar tatap muka terhenti, perekonomian kolaps, bahkan sektor kesehatan pun terengah-engah tatkala memberikan layanan kesehatan.

Maka kembali pada aturan Ilahi adalah sebaik-baik perkara. Penerapan Islam secara sistemik akan menuntaskan seluruh persoalan umat, dan melindungi anak-anak bangsa dari ancaman pandemi. Allahumma ahyanaa bil islam.

Oleh Lulu Nugroho

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image