Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dwi Sulistyawati

Kajian Orientalis Alphonse Mingana Terhadap Al-Qur’an

Agama | Friday, 25 Jun 2021, 16:07 WIB
The Birmingham Qur’an

A. Biografi Alphonse Mingana

Alphonse Mingana adalah seorang teolog, sejarahwan, Syiriacist, orientalis, dan seorang mantan pendeta yang terkenal karena mengumpulkan dan melestarikan Koleksi Mingana dari manuskrip kuno Timur Tengah di Birmingham. Alphonse Mingana (lahir sebagai Hurmiz Mingana) pada 23 Desember 1878 di Sharanesh, sebuah desa dekat Zakho (sekarang Irak) dan meninggal pada 5 Desember 1937 di Birmingham, Inggris. Seperti mayoritas orang Kasdim di Zakho, keluarganya adalah anggota Gereja Katolik Kasdim. Alphonse Mingana lahir dari pasangan Paolus dan Maryam Nano, serta memiliki tujuh saudara kandung.[1] Alphonse Mingana lahir sebagai Hurmiz Mingana, tetapi mengubah namanya setelah menjadi pendeta Kasdim.[2]

Pada tahun 1891, Mingana bergabung dengan Seminari St. John di Mosul di mana ia belajar bahasa Syiria di bawah bimbingan Awgen Manna dan kemudian menggantikannya. Mingana terus mengajar di sana sampai tahun 1908.[3] Pada tahun 1913, Mingana datang ke Inggris atas undangan dari J. Rendel Harris, seorang Direktur Studi di Woodbrooke Quaker Study Center, sebuah Permukiman Quaker di Selly Oak di tepi Birmingham. Mingana menetap di Woodbrooke selama dua tahun di mana ia bertemu dengan calon istrinya, Emma Sophie Floor, seorang mahasiswa asal Norwegia. Mereka menikah pada tahun 1915. Di tahun yang sama, Mingana ditunjuk sebagai staf Perpustakaan John Rylands di Manchester untuk membuat katalog koleksi manuskrip Arab Perpustakaan. Ia tinggal di Manchester sampai tahun 1932. Selama waktu itu dua anaknya, John dan Marie lahir. Pada saat Mingana meninggalkan John Rylands pada tahun 1932, ia telah naik jabatan ke posisi Penjaga Naskah Oriental.

Pada tahun 1924, Mingana melakukan perjalanan pertama dari tiga perjalannya ke Timur Tengah untuk mengumpulkan manuskrip Syiria dan Arab kuno. Ekspedisinya ini disponsori oleh Perpustakaan John Rylands dan Dr. Edward Cadbury, seorang pemilik Quaker dari pabrik coklat terkenal di Bournville, yang Mingana temui melalui Rendel Harris. Sejumlah manuskrip yang dikembalikannya menjadi dasar Koleksi Mingana di Woodbrooke. Mingana menambah koleksinya dengan manuskrip yang diperoleh pada dua perjalanan selanjutnya ke Timur Tengah pada tahun 1925 dan 1929, yang kedua perjalanan tersebut dibiayai sepenuhnya oleh Edward Cadbury.

Pada tahun 1932, Mingana pindah kembali ke Birmingham untuk fokus pada katalogisasi koleksi. Katalog pertama menjelaskan 606 manuskrip Syiriac yang diterbitkan pada tahun 1933. Volume selanjutnya yang diterbitkan pada tahun 1936 menjelaskan 120 manuskrip Arab Kristen dan 16 manuskrip Syiriac. Jilid ketiga mengkalogkan 152 manuskrip Arab Kristen dan 40 manuskrip Syiriac yang diterbitkan pada tahun 1939, dua tahun setelah kematian Alphonse Mingana.

Koleksi Mingana ditempatkan di Departemen Koleksi Khusus Universitas Birmingham di mana tersedia untuk dipelajari. Koleksi tersebut ditetapkan oleh Museum, Perpustakaan, dan Dewan Arsip sebagai koleksi penting Internaasional. Sebuah pameran besar manuskrip dari koleksi berjudul “Illuminating Faith” yang diadakan di Museum daan Galeri Seni Birmingham pada tahun 2005.

Koleksi Mingana tersebut terdiri dari:

1) 606 Syiriac dan Karshuni (Arab dalam karakter Syiriac) manuskrip Kristen termasuk dokumen gereja, Injil, karya liturgy, kehidupan orang-orang kudus dan homili. Di antara barang-barang paling awal adalah sejumlah fragmen penting yang berasal dari Biara St. Catherine Sinai.

2) 270 manuskrip Kristen Arab termauk sebuah fragmen teks tertua yang diketahui dari Acta Thomae, dan salinan terjemahan bahasa Arab dari beberapa karya St. Ephrem.

3) 2000 manuskrip Islam Arab terutama tentang mata pelajaran agama. Ada beberapa salinan al-Qur’an, selain dua koleksi fragmen al-Qur’an Kufi yang berasal dari abad ke-8 dan ke-9 Masehi. Karya-karya lain termasuk tafsir al-Qur’an, Hadis, hukum, sastra, sains, dan mistisme.

4) Contoh manuskrip Armenia, Koptik, Georgia, Yunani, Ibrani, Persia, Samaria, dan Sansekerta.

Koleksi Mingana terdiri lebih dari 3.000 manuskrip Timur Tengah dalam lebih dari dua puluh bahasa, termasuk Arab, Syiria, Ethiopia, Georgia, Ibrani, Samaria, dan Armenia.[4] Manuskrip-manuskrip dalam koleksi tersebut telah terbukti menjadi sumber yang signifikan bagi keilmuan Barat dalam hal al-Qur’an dan kitab suci agama lainnya.[5]

B. Pemikiran Alphonse Mingana Terhadap Al-Qur’an

Alphonse Minanga (1878-1937) seorang pendeta Kristen asal Irak dan mantan guru besar di Universitas Birmingham, Inggris, yang memiliki keahlian bahasa Arab dan menaruh perhatian terhadap studi kritis al-Qur’an, termasuk meragukan kapabilitas Zayd bin Tsabit yang dikenal dalam Ulumul Qur’an sebagai salah seorang tokoh penting di dalam kodifikasi dan unifikasi al-Qur’an.[6] Alphonse Minanga menegaskan bahwa Nabi Muhammad maupun masyarakat muslim tidak pernah menganggap al-Qur’an secara berlebihan, kecuali setelah meluasnya negara Islam.[7]

Beberapa dari orientalis mengkalim bahwa sumber-sumber Arab dan Islam secara inheren tidak bisa dipercaya dan menganggap sumber-sumber non Islam dan opini-opini yang spekulatif sebagai sebuah kebenaran. Mereka menganggap bahwa al-Qur’an bukanlah wahyu yang diberikan kepada Nabi Muhammad melainkan sebuah kompilasi yang dicuri dari bahan liturgy dari masa Yahudi-Kristen, seperti yang dilakukan oleh Alphonse Mingana yang mengatakan bahwa al-Qur’an mempunyai hubungan yang kuat dengan Syiria. Hal ini dibuktikan dengan adanya kosa kata Syiria yang dipinjam oleh al-Qur’an di mana bahasa Syiria adalah bahasa liturgy Kristen yang digunakan oleh orang-orang Kristen khususnya untuk menerjemahkan Bible.[8]

Pada tahun 1927, Alphonse Mingana menulis sebuah essai yang memuat pengaruh Syiriak terhadap al-Qur'an. Mingana berpendapat ada 100% pengaruh asing kepada al-Qur'an. Ethiopia mewakili 5%, Ibrani 10%, bahasa Yunani-Romawi 10%, Persia 5%, dan Syiriak 70%. Pengaruh Syiriak terhadap al-Qur'an ada di dalam enam perkara. Petama, nama-nama diri, seperti Sulaymān, Fir'aun, Ishāq, Isrāil, Ya'qūb, Nūh, Zakariyyā dan Maryam. Kedua, istilah-istilah agama seperti Kāhin, Masīhn Qissīs, Dīn, Sarafah, Mithl, Furqān, Taghūt, Rabbāniyy, Qurbān, Qiyāmah, Malakūt, Jannah, Malāk, Rūh al-Quds, Nafs, Waqqara, Ayah, Allāh, Sallā, Sāma, Khatā, Kafara, Zabaha, Tajalla, Sabbaha, Qaddasa, Hūb, Tūbā dan lainnya. Ketiga, kata-kata umum seperti Qur'ān, Husbān, Muhaymin, Nūn, Tūr, Tabara, Shānī, Bariyyah, Aqnā, Hanān, Abb, Misk, Maqālīd, Istabraq dan lain-lain. Keempat, ortografi yang mengkhianati pengaruh Syiriak. Kelima, konstruksi kalimat-kalimat seperti dalam beberapa ayat al-Qur'an. Keenam, referensi-referensi sejarah yang asing seperti legenda Alexander yang Agung (Alexander the Great), Majūsi, Nasārā, Hanīf, dan Rūm.[9]

Ada banyak cara yang dilakukan orientalis untuk merusak keyakinan umat Islam terhadap keaslian al-Qur’an. Dalam upayanya merekonstruksi al-Qur’an, Alphonse Minanga melakukan penelitian pada manuskrip yang bernama Palimpsest.[11] Palimpsest adalah manuskrip di mana tulisan aslinya telah dihapus guna memberi peluang bagi tulisan baru (penerjemah) yang terbuat dari kertas kulit halus: pada asalnya mengakomodasi ayat-ayat al-Qur’an, kemudian dihapus dan ditulis kembali oleh seorang Kristen Arab.[12] Mingana menganalis lembaran tersebut dan membuat daftar perbedaan teks al-Qur’an pada manuskrip tersebut. Hasil dari daftar perbedaan tersebut di cetak menjadi al-Qur’an.[13]

C. Metodologi Alphonse Mingana Dalam Mengkaji Al-Qur’an

Alphonse Mingana menggunakan teori pinjaman dan pengaruh (theoris of borrowing and influence) guna menguak pengaruh bahasa Aramaic ke dalam gaya bahasa al-Qur'an, ia juga mencoba menerapkan kritik Bibel (biblical criticism) dalam studi al-Qur’an.[14] Sebagaimana pada tahun 1927, Alphonse Mingana, menggumumkan bahwa “Sudah tiba saatnya sekarang untuk melakukan studi kritis terhadap teks al-Qur’an sebagaimana telah kita lakukan terhadap kitab suci Yahudi berbahasa Ibrani-Arami dan kitab suci Kristen yang berbahasa Yunani (The time has surely come to subject the text of the Kur’an to the same criticism as that to which we subject the Hebrew and Aramaic of the Jewish Bible, and the Greek of the Chistian scriptures).”

Mengapa orientalis-minissonaris satu ini menyeru demikian? Seruan semacam ini dilatarbelakangi oleh kekecewaan sarjana Kristen dan Yahudi terhadap kitab suci mereka dan juga disebabkan oleh kecemburuan mereka terhadap umat Islaam dan kitab suci al-Qur’an. Perlu diketahui bahwa mayoritas ilmuwan dan cendikiawan Kristen sudah lama meragukan otentisitas Bible. Mereka terpaksa menerima kenyataan pahit bahwa Bible yang ada di tangan mereka sekarang ini terbukti bukan asli alias palsu. Terlalu banyak campur tangan manusia di dalamnya, sehingga sukar untuk dibedakan mana yang benar-benar Wahyu dan mana yang bukan. Sebagaimana ditegaskan oleh Kurt Aland dan Barbara Aland,

“Until the beginning of fourth century, the text of the New Testament developed feely Even for later scribes, for example, the parallel passages of the Gospels were so familiar thet they would adapt the text of one Gospel to that of another. They also felt themselves free to make corrections in the text, improving it by their own standard of correctness, whether grammatically, stylistically, or more substantively.”[15]

Studi perbandingan terhadap al-Qur’an dan Bibel sangat tidak sesuai karena tidak setara. Al-Qur’an dalam Islam setara dengan Isa atau Yesus dalam bahasa Kristen. Adapun Bibel merupakan laporan yang ditulis oleh murid-murid Isa maka ia setara dengan hadis yang merupakan laporan sahabat terhadap perkataan, perbuatan, ketetapan, ataupun sifat-sifat Nabi saw. Hal ini tidak bisa direalisasikan karena sudah masuk wilayah keimanan (belief). Dalam Islam, al-Qur’an berasal dari Allah swt. (Tuhan), sedangkan dalam Kristen yang berasal dari Tuhan adalah Yesus (Isa al-Masih) yang merupakan the Word of God atau the Son of God.[16]

D. Kritik Terhadap Pemikiran Alphonse Mingana

Sebagaimana yang disampaikan Prof. Dr. M.M. Al-A’zami dalam bukunya Sejarah Teks Al-Qur’an, mengungkapkan bahwa Alphonse Mingana, yang dianggap oleh sementara pihak sebagai 'ilmuwan ulung dalam bahasa Arab'' sebenarnya masih memiliki pemahaman yang rapuh serta belum memadai. Ketika menerbitkan 'Naskah Penting Hadīth Bukhari (An Important Manuscript of the Traditions of Bukhārī) dalam beberapa alinea, telah membuat beberapa kekacauan sebagai berikut: ketidaktepatan dalam menyalin wa haddathanī (ia malah menyalin wa khaddamanī); Abū al-Fadl bin dibaca dengan Abū al-Muzaffar, membuang perkataan muqābalah; ketidakmampuan membaca sebagian kata-kata seperti al-ijāzah; menambah huruf waw; salah dalam menerjemahkan istilah thanā dan anā, dan banyak lagi, dengan sederet kesalahan yang ia lakukan, hanya menempatkan kedudukannya sebagai seorang ilmuwan tanggung.[17]

Footnote

[1] “About Alphonse Mingana: British Academic (1878-1937)” Diakses, 23 Juni, 2021, https://peoplepill.com/people/alphonse-mingana

[2] “Alphonse Mingana” Diakses, 23 Juni, 2021, https://religion.wikia.org/wiki/Alphonse_Mingana

[3] “Mingana, Alphonse (1878-1937)” Diakses, 23 Juni, 2021, https://gedsh.bethmardutho.org/Mingana-Alphonse

[4] “The Mingana Collection” Diakses, 23 Juni, 2021, https://www.birmingham.ac.uk/facilities/cadbury/birmingham-quran-imganna-collection/mingana-collection/index.aspx

[5] “Alphonse Mingana” Diakses, 23 Juni, 2021, https://religion.wikia.org/wiki/Alphonse_Mingana

[6] Nasaruddin Umar, “Al-Qur’an Di Mata Mantan Intelektual Muslim: Ibn Warraq Dan Mark A. Gabriel”. JSQ, vol. 1, no. 2 (2006): 93.

[7] Hasani Ahmad Said, “Potret Studi Al-Qur’an Di Mata Orientalis”. Jurnal At-Tibyan, vol. 3, no. 1 (Juni 2018): 33.

[8] Iffa Nurul Laili, “Kosakata Asing Dalam Al-Qur’an (Kajian Kritis terhadap Kosakata Mesir Kuno dalam Perspektif Sa’d Abd al-Mutallib al-‘Adl)” (Tesis S2., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), 4-5.

[9] Adnin Armas, Metodologi Bibel dalam Studi Al-Qur’an: Kajian Kritis (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), 143.

[10] Andi Asdar Yusup, “Metode Bibel Dalam Pemaknaan Al-Qur’an (Kajian Kritis terhadap Pandangan Orientalis)”. Hunafa: Jurnal Studia Islamika, vol. 13, no. 1 (Juni 2016): 52.

[11] Andi Asdar Yusup, “Metode Bibel Dalam Pemaknaan Al-Qur’an (Kajian Kritis terhadap Pandangan Orientalis), 53.

[12] M. M. Al-A’zami, Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu sampai Kompilasi (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), 347.

[13] Andi Asdar Yusup, “Metode Bibel Dalam Pemaknaan Al-Qur’an (Kajian Kritis terhadap Pandangan Orientalis)”. Hunafa: Jurnal Studia Islamika, vol. 13, no. 1 (Juni 2016): 53.

[14] Hamid Fahmy Zarkasyi, “Tradisi Orientalisme dan Framework Studi al-Qur’an”. Jurnal Tsaqafah, vol. 7, no. 1 (April 2011): 22.

[15] Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran (Jakarta: Gema Insani, 2008), 3-4.

[16] Yusuf Hanafi, “Qur’anic Studies Dalam Lintasan Sejarah Orientalisme Dan Islamologi Barat”. Hermeneutik, vol. 7, no. 2 (Desember 2013): 230.

[17] M. M. Al-A’zami, Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu sampai Kompilasi (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), 346.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image