Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Komunitas Ujung Pena

Sillicon Valey Indonesia, Proyek Prestisius nan Ambisius

Teknologi | Thursday, 24 Jun 2021, 19:54 WIB

Indonesia kini semakin berbenah diri. Target menuju predikat negara maju yang diimpikan direalisasikan dengan berbagai macam planing yang diklaim akan membawa dampak besar bagi ekonomi nasional maupun untuk masyarakat Indonesia sendiri. Salah satunya yakni pembangunan pusat riset dan teknologi yang dinamakan Bukit Algoritma di Cikidang dan Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat. Kawasan ini disebut-sebut akan menjadi “Silicon Valley” Indonesia layaknya di Amerika yang dijadikan sebagai kawasan pengembangan riset dan sumber daya manusia yang berbasis industri 4.0.

Mega proyek ini akan dimulai pada bulan April 2021 dengan menggandeng PT. Amarta Karya ( Persero) sebagai main contractor. Bukit Algoritma yang memiliki luas 888 hektar, akan dibagi dalam tiga tahap pembangunan. Di tahap awal, kontraktor akan membangun infrastruktur berupa jalan, instalasi listrik, dan gedung-gedung yang diperkirakan menelan biaya hingga Rp.18 triliun. Biaya tersebut diklaim tidak akan mengganggu anggaran APBN, melainkan murni berasal dari dana investasi baik itu berasal dari dalam maupun luar negeri. Untuk luar negeri sendiri sudah ada beberapa negara yang berminat untuk berinvestasi mulai dari negara Timur Tengah, Eropa hingga Amerika Utara.

Dalam sebuah wawancara, Budiman Sudjatmiko sebagai ketua pelaksana mega proyek ini menjelaskan roadmap pembangunan kawasan ini akan dibangun science park, gedung penelitian yang akan disewakan untuk teknologi kuantum dan kecerdasan buatan, rekayasa nano untuk teknologi bangunan, penelitian otak dan rekayasa genetika, produksi obat -obatan. Juga bangunan riset untuk komponen semikonduktor, pabrikasi otak komputer, juga energy storage berbentuk baterai. (cnbcindonesia.com)

Begitu besar rancang bangun Bukit Algoritma hingga menjurus pada penetapan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Industri tentu menuai banyak sorotan dari beberapa pihak. Hal ini dikarenakan Bukit Algoritma terlihat lebih sebagai proyek prestisius tanpa memiliki visi kemaslahatan yang jelas. Pertama, dilihat dari urgensinya, bukan waktu yang tepat pengembangan kawasan ini dilakukan karena masalah utama saat ini yang layak di selesaikan adalah pandemi.

Kedua, jika memang berkiblat pada Silicon Valley Amerika, maka Indonesia belumlah sepenuhnya siap. Amerika bersama Silicon Valley-nya menjadi wujud berkolaborasinya perguruan tinggi dengan industri yakni Stanford University dengan Hewlett Packard (HP). Silicon Valley dibentuk atas dasar keakraban yang terjalin lama dan simbiosis mutualisme antar perguruan tinggi dan industri, sehingga terbentuklah sebuah klaster industri. Sedangkan di Indonesia jalinan kemitraan itu belumlah ada, bahkan keduanya seolah berdiri masing-masing.

Wacana Bukit Algoritma demi pencapaian Indonesia dalam pengembangan teknologi terkini memanglah gagasan yang baik. Namun tentu perlu dilihat lagi, aspek dan fakta di lapangan. Jangan sampai ini hanya jadi sekedar opini. Seolah membangun optimisme masyarakat namun faktanya kesiapan berupa independensi atau kemandirian teknologi masih jauh panggang dari api. Ditambah lagi dengan banyaknya riset dan inovasi hasil karya anak bangsa yang tidak didukung oleh pemerintah baik dari sisi finansial maupun administrasi perijinan. Ini sama saja dengan memberi hadiah sepatu pada orang yang tidak punya kaki.

Sudah Sebagai contoh, Dr. Warsito Taruno yang berhasil menciptakan alat yang dapat menjadi terobosan baru yaitu terapi kanker Electro Capacitive Cancer Treatment (ECCT) yang membunuh sel kanker dengan berbasis energi rendah yang dipadukan dengan teknologi terapi kanker. Hasilnya setelah di uji coba, alat ciptaannya berhasil memerangi kanker dari tubuh penderitanya. Sayang, alat canggih ciptaan Dr. Warsito ini tidak mendapat izin dari lembaga kesehatan Indonesia.

Nasib sama pun dirasakan Randall Hartolaksono yang berhasil mengolah kulit singkong menjadi bahan anti api kelas dunia. Dari penelitiannya ia berhasil menciptakan aneka produk anti api. Ad dimasukkan pada tabung semprot untuk memadamkan nyala api dan cat yang jika dioleskan pada kayu membuat kayu tersebut bisa tahan api selama 200 tahun. Produknya pun berhasil mendapat sertifikasi uji standar dari beberapa negara seperti Australia, Inggris, dan Amerika. Tapi sayangnya Hartono tidak mendapat satuan lisensi atau sertifikat uji standar yang didapatkan dari Indonesia. (Idntimes.com)

Lalu bagaimana bisa optimis perkembangan teknologi di Indonesia bisa meningkat seiring pembangunan Bukit Algoritma jika riset dan inovasi anak bangsa malah dikebiri? Padahal syarat sebuah negara dikatakan mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi adalah jika ia dapat memberikan ruang dan memberikan dukungan terhadap penelitian dalam rangka menyelesaikan problem yang dihadapi negara serta mampu membangun sistem industri yang menjadi wadah pengaplikasian hasil penelitian tersebut.

Islam, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Prinsip dasar Islam yakni melindungi dan memelihara jiwa, akal, agama, harta, nasab, kemuliaan, dan keamanan negara menjadi poin yang disinergikan dengan pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mewujudkan hal tersebut. Oleh karenanya, negara Islam akan melakukan beberapa langkah dan mekanisme agar selalu menjadi yang terdepan dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi. Mekanisme itu ialah pertama, membangun sumber daya manusia dengan sistem pendidikan yang visioner dan terintegrasi hanya dari aqidah Islam. Hal ini dimulai sejak level dasar hingga perguruan tinggi sehingga lahir generasi yang berkualitas, yang mampu menjawab perkembangan zaman karena keahlian dan kepakarannya.

Kedua, membangun pusat penelitian dan pengembangan dimana riset, inovasi dan ide-ide anak bangsa dapat diolah dan dikembangkan menjadi produk yang dapat memajukan negara. Dalam hal ini negara mensinergikan lembaga-lembaga penelitian negara dan perguruan tinggi untuk mencari terobosan baru yang mana semua hal baik itu finansial, administrasi perijinan dan hal-hal yang di butuhkan di support langsung oleh negara.

Ketiga, membangun sistem industri strategis yang di kelola mandiri oleh negara dengan basis pengembangan teknologi mutakhir. Dari sini sisi pemenuhan kebutuhan militer dan kebutuhan pokok masyarakat yang di utamakan. Hal ini meliputi kemandirian industri berupa penguasaan, pengendalian dan penjaminan keamanan pasokan aspek-aspek penting industri yakni bahan baku, teknologi, tenaga ahli, rancang bangun, finansial, kemampuan untuk membentuk mata rantai industri yang lengkap, serta kebijakan yang berkesesuaian.

Inilah mekanisme yang dilakukan negara Islam agar tetap terdepan dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi. Cermat dalam mengambil langkah, tak seperti sekarang ambisius mengerjakan proyek “Silicon Valley” Indonesia yang diklaim memajukan perkembangan teknologi Indonesia namun disisi lain mengebiri inovasi dan karya anak bangsa. Wallahu a’lam bishawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image