Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhamad Bagus Salim Arrofiq

Sahabat Akrab sekaligus Rival Sejati : Ibn Hajar al-asqalani dan Badr al-Din al-'Ayni

Agama | Thursday, 24 Jun 2021, 09:53 WIB
Oleh : M. Bagus S. A - Uin Jakarta

A. Pendahuluan

Hadis merupakan sumber kedua didalam al-Adilah al-Ahkam ( Dalil penetapan hukum). Maka tidak heran jika ia sangat dan harus dikaji lebih jauh dan dalam lagi. Karena sangat penting sekali para ulama dalam menerima hadis, tidak cukup hanya mendengar dari riwayat saja. Mereka melakukan penvarian hadis-hadis ke berbagai sumbernya. Karena untuk memastikan bahwa hadis tersebut bersumber utama yakni Rasulullah saw. walaupun memang hadis atau perkataan Nabi saw itu belum dituliskan atau dibukukan namun, setidaknya para sahabat memiliki hafalan yang telah diingatnya. Kemudian berganti ke masa tabi’in mulailah penulisan hadis itu bermula walau, masih tergolong sangat baru sehingga susunanya belum beraturan apalagi sistematis. Setalah masa tersebut kemudian berganti dengan masa tabi’u tabi’in dimana dimasa ini sering juga dikenal dengan masa ulama-ulama baik dari bidang al-Qur’an, ilmu pengetahuan dan tentunya muncul ulama-ulama hadis. Seperti yang diketahui pada masa sekarang ulama hadis tersebut seperti Malik bin Anas (w. 179 H) yang berada di Madinah dengan karya monumentalnya kitab al-Muwatta’ yang juga dikenal sebagai kitab hadis tertua saat ini. Kemudian setelah habis masa tersebut maka, muncul lah beberapa perawi hadis seperti al-Bukhari yang memiliki kitab hadisnya bernama Sahih al-Bukhari dan seterusnya sampai lahir banyak dari ulama-ulama hadis lainnya sampai zaman kontemporer.

Al-Bukhari dalam kitab Sahihnya, banyak sekali dari ulama-ulama setelahnya yang mensyarah atau menerangkan apa yang ditulis pada kitab hadis itu. Sebut saja Fath al-Bari karya dari Ibn Hajar al-Asqalani, kemudian irsyadu al-Sari karya al-Qastalani ada juga ‘Umdah al-Qari’ karya Badr al-Din al-‘Ayni dan masih banak lagi karya pensyarah lainnya. maka dari itu, penulis mencoba akan mengomparasi salah dua dari kitab-kitab tersebut untuk dikaji dan ditelaah isi yang terkandung. Berikut penjelasannya

B. Biografi singkat

1. Ibn Ḥajar (w. 852 H)

Ia dilahirkan di Kairo pada tanggal 18 Februari 1449 M, bertepatan pada tanggal 12 Sya’ban 773 H, dari sebuah keluarga yang dikenal sangat religius. Nama lengkapnya adalah Syihabuddin Abu Fadl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad (Ḥajar al-‘Asqalānī). Beliau adalah seorang ulama hadis, sejarawan dan ahli fiqih madzhab Shafi’i. Adapun julukan al-‘Asqalānī adalah bagian dari tradisi keluarga-keluarga muslim yang menyebar kemana-mana. Nenek moyangnya mula-mula pindah ke Iskandariyah dan kemudian ke Cairo. Ayahnya, Nuruddin Ali (w.777 H/1375 M), adalah ulama besar yang selain dikenal sebagai mufti juga dikenal sebagai penulis sajak-sajak keagamaan. Ibunya, Tujjar, adalah seorang wanita kaya yang aktif dalam kegiatan perniagaan. Ibn Ḥajar menjadi yatim piatu sejak masa kanak-kanak. Ayahnya meninggal dunia ketia Ibn Ḥajar baru berumur empat tahun, sedangkan ibunya telah lebih dahulu meninggal. Sepeninggal orang tuanya, Ibn Ḥajar diasuh Zakiuddin Abu Bakar al-Kharrubi.

Sebagai anak yang dilahirkan dari sebuah keluarga yang taat beragama, Ibn Ḥajar memperoleh pendidikan mula-mula dari bimbingan ayahnya sendiri. Pada usia 5 tahun Ibn Ḥajar sudah masuk ke sekolah agama, pada tahun 782 H yakni ketika ia berumur 9 tahun telah mampu hafal al- Qur’an. Pada tahun 784 H yaitu ketika ia berusia 11 tahun belajar hadis di Mekah kepada Syaikh Afifuddin al-Naisaburī dan belajar hadis al-Bukhārī kepada Syaikh al-Makkī, disinilah ia untuk pertama kali berguru mengenai hadis.

Pada usia 23 tahun Ibn Ḥajar telah menekuni hadis. Untuk menekuni studinya ini ia mengadakan perjalanan panjang ke Hedzajaz dan Yaman pada bulan Syawal 799 H atau Juli 1397 M sampai 801 H/1398 M, di Palestina dan Suriah. Perjalanan studinya itu berakhir ketika ia kembali dari Suriah pada tahun 803 H/1400 M. Diceritakan dalam kitab Subul al-Salām bahwa Ibn Ḥajar dalam rangka mengasah hafalan hadistnya ia menyempatkan waktunya sendiri, diantaranya adalah ia pernah membaca hadis Sunan Ibn Mājah di empat majlis, Ṣahīh Muslim di empat majlis, Ṣahih al-Bukhārī di sepuluh majlis dan Sunan al-Nasāi sepuluh majlis. Dan di dalam perjalanannya ke Syam ia juga pernah membaca Mu’jam al-Ṭabrāni al-Ṣaghīr selama satu majlis.

Setelah berhasil menyelesaikan studinya, Ibn Ḥajar dalam usianya yang relatif muda telah diberi otoritas untuk mengajar ilmu hadis, ilmu tafsir dan fiqih. Kuliahnya tentang ilmu hadis dimulai pada bulan Shawal 808 H /Maret 1406 M di Shaikhuniyah. Ia juga memberi kuliah di madrasah Jamaliah dan juga di Madrasah Mankutimuriyah. Karir Ibn Ḥajar berlangsung sebagaimana ulama besar sebelumnya. Ia menjadi dosen, guru besar, pimpinan akademik, hakim, mufti, dan khatib.

Ibn Ḥajar lebih dikenal dengan nama kakeknya, yaitu al‘Asqalānī, sehingga kitab-kitab karangannya sering disebut Ibn Ḥajar al-‘Asqalānī. sebagai seorang ulama yang produktif masalah keilmuan, Ibn Ḥajar memang telah melahirkan beberapa tulisan. Ia mengarang hampir 150 kitab, 6 karya-karyanya meliputi berbagai bidang ilmu, seperti: ilmu al-Qur’an, metodologi hadis (uṣul al-hadis), penjelasan hadis (syarh al-hadis), takhrij hadis, hukum Islam (kutub al-fiqh), tokoh-tokoh hadis (rijal al-hadis), kisah-kisah (al-manaqib), sejarah (al-tarikh), dsb. Diantara karya terbesar nya ialah kitab Fath al-Bārī Syarh dari kitab Ṣahīh al-Bukhārī.

2. Badr al-Dīn al-‘Aynī (w. 855 H)

Memiliki nama lengkap Mahmud bin al-Qādĭ Syihab al-Din Ahmad bin Musa bin al-Husain bin Yusuf bin Mahmud. Beliau lahir di kota Durabkeiken Mesir pada bulan Ramadhan tahun 762 H/ 1341 M. Sejak kecil beliau sudah diajarkan mengenai ilmu-ilmu agama oleh ayahnya Syihab al-Din Ahmad bin Musa (w 784 H), selain mempelajari ilmu-ilmu agama beliau juga menghafalkan al-Qur‟an. Ketika Badr al-Dīn berusia 22 tahun ayahnya wafat. Pada tahun 786 H beliau melakukan perjalanan untuk menimba ilmu (Rihlah al-‘Ilmiyah) ke kota Halb, disana ia berguru kepada al-‘Allamah Jamall al-Dīn Yulsuf bin Musa al-Multi al-Hanafi.

Dari kota Halb beliau melanjutkan perjalanannya menuju kota Quds, Palestina. Disana ia berguru kepada Syaikh al-A’la al-Sairami. Dua tahun setelah itu, pada tahun 788 H ia melanjutkan perjalanannya ke kota Kairo, di kota ini beliau berguru kepada Syaikh al-Imam al-‘Allamah Zayn al-Din ‘Abd al-Rahim bin Abi al-Mahasin Husayn bin ‘Abd al-Rahman al-Iraqi al-Syafi’i (806 H) untuk mempelajari bidang Hadis. Disinilah beliau mendapatkan penyandaran sanad qiraah Sahih Bukhari pada Imam Abu Muhammad bin Isma’il al-Bukharii. Selain itu, di kota ini juga beliau menjadi seorang Qadhi (Hakim) sampai tahun 842 H. Ketika beliau masih menjabat sebagai seorang Qadhi pada tahun 800 H beliau melakukan kunjungan ke negeri selatan al-Nahdiyah untuk menuntut ilmu, disana beliau mempelajari Kitab Laila al-Zawahir. Sekembalinya ke kota Mesir beliau mulai mensyarahi kitab Ma’ni al-Atsar karya al-Imam Abu Ja’far bin Muhammad bin Salamah al-Tahawi, Kitab Sunan Abu Daud karya Abu Daud al-Sijistani dan Kitab Sahih Bukhari.

Pada tanggal 4 Zul Hijjah 855 H Badr al-Dīn al-‘Aynī wafat di kota Kairo. Beliau meninggalkan banyak sekali karya diantaranya, al-Binayah fi Syarh al-Hidayah li al-Marhaniyah, Tarikh al-Ukamsarah, Tarikh al-Badr fi Awsaf ahl al-‘Asr, Hasyiyah ‘ala Syarh Ibn al-Musannif li al-Alfiyyah, Al-Hawi Syarh Qasidah al-Sawi fi al-‘Arudl, Durar li al-Bihar al-Zahirah fi Nudhum al-Bihar al-Zakhirah li Hisam al-Rahawi, Al-Durar al-Fakhirah syarh al-Bihar al-Zahirah, Ramz al-Haqa’iq fi syarh Kanz al-Daqa’iq, Zayn al-Majalis ‘Alim al-Salam, dll. Dan karya nya yang monumental adalah kitab ‘Umdah al-Qari’ fi Syarh Sahih al-Bukhari yang nantinya kitab tersebut menjadi saingan dari kitab syarah yang sama yaitu Fath al-Bari karya Ibn Hajar.

C. Metode Penulisan

Didalam kitab Fath al-Bari, Ibn Hajar melakukan beberapa metode dalam penulisannya. Mula-mula Ibn Hajar menulis judul, sub judul, kemudian Ibn Hajar menuliskan satu hadis atau lebih yang mana hadis tersebut berkaitan dengan judul yang telah dibuat dan selanjutnya barulah bisa disyarah. Misalnya, judul kitab al-Tahajjud, sub judulnya keutamaan shalat malam atau qiyam layl, kemudian dijelaskan lah hadis-hadis yang terkait namun, Ibn Hajar terkadang cenderung untuk lebih mengutamakan hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar daripada yang lain. Berikut bab-bab apa saja yang disyarah oleh Ibn Hajar :

- Menerangkan sanad hadis tersebut

- Menjelaskan makna bahasa atau lugawy

- Selain itu juga, bila mana ada riwayat lain, lantas ia pun juga memasukkannya bukan membuangnya

- Uniknya walaupun Ibn Hajar adalah ulama besar namun, ketika ia tidak mengetahui sesuatu misalnya nama orang, malaikat dsb maka dengan jujur ia katakan, ia tidak tahu

- Menjelaskan kedudukan kata atau i’rab

- Jika hadis yang disyarah itu ada muatan hukumnya maka, ia cantumkan pula pendapat ulama fuqaha beserta dalilnya. Terkadang ia juga akan membantah suatu pendapat atau argumen jikalau dirasa perlu namun, Ibn Hajar lebih condong kepada pendapat al-Syafi’i

Setelah mengetahui metodologi penulisan yang dipakai oleh Ibn Hajar, maka sekarang akan dikaji metode penulisan kitab oleh Badr al-Din al-‘Ayni sebagai berikut :

- Menuliskan sub judul kemudian disyarah kan secara komprehensif

- Menuliskan satu hadis kemudian mensyarahnya

- Ketika mulai mensyarah itu biasanya menuliskan hubungan hadis dengan Rasulullah saw atau Mutabiqah al-Hadis fi Qaulihi

-Menjelaskan mulai dari seorang rawinya, caranya meriwayatkan hadis, sampai tempat asal dari rawi juga dijelaskan apakah dari Madinah atau Makkah dll. Kemudia menjelaskan bahasa, menerangkan hadis lain yang berkenan dengan hadis tersebut.

- Menerangkan i’rab atau kedudukan kata, makna-makna hadis, istinbat hukum,

- Dan jikalau hadis itu bermuatan hukum maka, dipaparkanlah hadisnya kemudian dikeluarkan suatu hukum dari itu.

D. Komparasi antara kedua kitab

Persamaan dari kedua kitab diatas yakni sebagai berikut :

- Baik Fath al-Bari maupun ‘Umdah al-Qari’, keduanya sama-sama mensyarah kitab hadis yang sama yakni Sahih al-Bukhari

- Keduanya juga memberikan tema pada setiap bab

- Sama-sama menerangkan penjelasan pada sanad dan tidak lupa juga memberikan keterangan hadis yang didalamnya ada kandungan hukum.

Namun, disamping kedua kitab tadi memiliki persamaan tentulah ada beberapa perbedaan dalam keduanya (i). Kitab Fath al-Bari lebih banyak penjelasan secara bahasa, pun demikian dalam hal mensyarah, dalam satu tema itu terdapat satu atau lebih hadis yang berkaitan dengan tema yang diangkat. Kemudian dalam soal penetapan suatu hukum Ibn Hajar lebih condong kepada mazhab Syafi’i, dan kitab ini terkesan kurang sistematis. (ii). Sedangkan al’Ayni dalam mensyarah hadis biasanya didalam satu bab hanya ditulis satu hadis saja tidak lebih. Pada sisi metode penulisan dicantumkan pula istinbat hukum dari hadis yang bermuatan hukum. Seperti yang diketahui bahwa al-‘Ayni adalah seorang yang bermazhab Hanafi sehingga, dalam masalah hukum fiqh lebih condong kepada mazhabnya. Dan yang terpenting bahwa penulisan didalam kitab ini lebih sistematis daripada karya Ibn Hajar itu.

E. Rival namun bersahabat

Sesuai dengan judul artikel ini, yap benar Ibn Hajar dan al-‘Ayni merupakan tokoh ulama hadis yang memang terkenal dengan dengan persahabatannya namun, jangan salah disamping mereka bersahabat merka juga saling kritis mengkritisi karya kitab atau statement. Maka, penulis mengistilahkan sebagai ‘Rival’ layaknya seteru yang saling berbeda baik prinsip maupun kebijakan. Namun, karena ini dalam rnah bidang keilmuan maka, rival disini tidaklah yang sampai baku-pukul layaknya orang bertengkar tetapi, lebih bersifat adu argumen dan juga saling lempar melempar kritikan. Padahal sebenarnya kedua tokoh ini sama-sama dari golongan ahl al-sunnah wa al-jama’ah hanya berbeda dari mazhab yang dianut.

Dalam sebuah kesempatan Ibn Hajar mengatakan didalam pembukaan kitab Imba’u al-Gumar, “Aku telah memeriksa tarikh milik Qadi al-‘Ayni, ia menyebutkan bahwa rujukan didalam penulisan tarikhnya adalah Ibn Katsir, tetapi setelah Ibn Katsir wafat maka, rujukannya berganti ke tarikh Ibn Duqmaq. Hingga al-‘Ayni menukil satu lembar penuh secara berurutan bahkan bisa jadi ia bertaklid meskipun didalam tarikh itu terdapat kesalahan. Namun, aku tidak menyibukkan diriku untuk mencari kesalahannya bahkan aku juga mengutip darinya apa yang belum aku ketahui.” Mengetahui hal itu al-‘Ayni juga tak kalah dalam urusan ini, ia meresponnya dengan mengkritik khutbah Ibn Hajar yang terdapat didalam kitab syarahnya itu (‘Umdah al-Qari’). Ia juga memberikan statement bahwa ‘Umdah al-Qari’ lah yang lebih unggul dalam mensyarah kitab Sahih al-Bukhari. Tidak tinggal diam mengetahui respon balik dari al-‘Ayni maka, Ibn Hajar mengarang kitab yang berjudul Intiqad al-I’tirad dimana pada kitab itu berisikan sanggahan atas kritikan al-‘Ayni kepada Fath al-Bari. Namun, sayang belum selesai mengkhatamkan kitabnya itu Ibn Hajar di panggil oleh Allah pada tahun 852 H. Masya allah sungguh mengharukan kedua tokoh diatas yang saling kritis-mengkritisi lewat sebuah karya. Perlu dicontoh untuk kehidupan sehari-hari, apalagi dimasa yang serba online mudah sekali untuk menghujat, mengkritik, bahkan menghina orang lain. Tetapi sebagai orang yang beriman haruslah menunjukkan sikap dingin dan santun, jikalau ingin membalasnya maka balaslah dengan membuat suatu karya untuk mengekspresikan pikiran yang sedang dihina dsb. Contohlah ulama-ulama yang begiu menjaga kehormatan individu lain tidak saling caci mencaci.

Selain soal kritik mengkritik, ada juga momen dimana keduanya saling menunjukkan rasa pertemanannya. Perlu diketahui bahwa kedua tokoh ini juga merupakan seorang Qadi atau hakim. Hanya tempat dan status nya yang menjadi pembeda, jika Ibn Hajar itu menjadi Qad}i bagi kalangan mazhab Syafi’i di kairo Mesir. Sedang, al-‘Ayni menjadi Qadi bagi mazhab Hanafi di distrik ‘Aynatab (sekarang Turki). Ketika dalam sebuah pertemuan negara al-‘Ayni mengundang Ibn Hajar untuk datang dan minta dibacakan hadis lengkap beserta sanadnya. Dengan mengesampingkan ego, Ibn Hajar dengan senang hati membacakan tiga hadis kamil (sempurna) yang terdapat didalam Musnad Ahmad bin Hambal dan Sahih Muslim. Dapat dibayangkan betapa hikmatnya acara tersebut dan betapa indah nya hubungan persahabatan antara Ibn Hajar dan Badr al-Din al-‘Ayni.-

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image