Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adis Setiawan

Sampah dan Perubahan Iklim Lautan

Olahraga | Monday, 21 Jun 2021, 18:47 WIB
Republika.co.id

PBB menetapkan tanggal 8 Juni sebagai hari Laut Sedunia, peringatan ini sebagai pentingnya akan kelestarian laut. Walaupun begitu tetap saja laut sebagai tempat sampah-sampah plastik. Hal ini sangat berbahaya bagi berlangsungnya kehidupan satwa di laut.

Dari ratusan juta ton sampah plastik yang kita hasilkan setiap tahun, diperkirakan sekitar 10 juta ton sampah plastik masuk ke laut.(https://science.sciencemag.org, 2015). Akan tetapi ada beberapa penelitian yang mengatakan bahwa hanya 0,3 ton sampah plastik yang mengapung di lautan. (The Conversation, 2021) terus sisanya kemana ? Apakah tidak kita pikirkan setelah memperingati Hari Laut Sedunia.

Kita harus mencari tahu dulu dengan data berasal dari negara manakah sampah plastik yang mengapung menjadi seperti pulau di lautan. Agar bisa bersama-sama membereskan masalah polusi di lautan.

Kita tahu bahwa sampah plastik sulit terurai apalagi mengapung di lautan, bisa jadi akan dimakan satwa yang di perkirakan akan punah, sudah satwa langka di tambah makan plastik bisa cepat punah hewan tersebut. Mengurangi sampah plastik di lautan bisa mengurangi kematian spesies di lautan.

Lebih 700 spesies laut, semua penyu laut, dan burung laut di dunia, menelan plastik. Plastik dapat menghalangi sistem pencernaan satwa, berujung kepada kematian perlahan akibat kelaparan. (The Conversation, 2021, Lauren Roman, Britta Denise Hardesty, Chris Wilcox, Qamar Schuyler, CSIRO)

Dalam penelitian tersebut bahwa potongan plastik yang tajam akan mempergaruhi satwa yang memakan pada bagian pecernaan akan terinfeksi dan ini bahaya satwa yang sudah langka akan menjadi punah.

Cara yang paling efektif untuk menjaga satwa dan lingkungan laut dengan cara mengurangi sampah plastik yang sulit terurai dan yang paling berbahaya untuk satwa di lautan.

Setelah mengurangi jenis plastik maka butuh suatu hukuman, misalnya, di beri denda dengan adanya denda itu berpengaruh dengan penurunan jumlah sampah plastik.

Membuat penataan sampah plastik agar bisa di daur ulang dan juga tidak menjadi polusi plastik dilautan. Perlu juga, jangan sering membuang plastik sembarangan hanya merasa sekali pakai, gunakan masa pakai dan manfaatkan plastik secara panjang untuk wadah tempat makanan dll.

Selanjutnya mencontoh Negara yang bisa mengurangi sampah plastik, misalnya, di Australia dengan kombinasi perubahan kebijakan pemerintan dan dengan kampanye perubahan perilaku merupakan cara paling efektif dalam mengurangi sampah plastik di pantai di Australia.

Perubahan Iklim Lautan

Masalah kedua setelah polusi plastik, lautan juga mengalami perubahan iklim dan ini mengganggu satwa di dalamnya. Lautan terbagi menjadi dua lapisan, masing-masing memiliki tingkatan stabilitas yang berbeda.

Lapisan permukaan yang sudah tercampur menempati bagian atas sampai 100 meter, di mana panas, air tawar karbon, dan gas terlarut bertukar dengan atmosfer. (The Conversation, 2021, Phil Hosegood, University of Plymouth)

Lapisan paling bawah dinamakan abyss, jurang yang sangat dalam yang mencapai ratusan meter hingga dasar laut.

Lautan dalam ini sangat dingin dan gelap, arusnya yang lemah perlahan-lahan mengalirkan air ke seluruh Bumi dan tetap terisolasi dari permukaan selama berpuluh-puluh tahun lamanya.

Lautan dalam dan lautan permukaan dibatasi sesuatu yang disebut pycnocline. Ini mirip seperti lapisan plastik yang sangat tipis dan tidak begitu terlihat dan fleksible, tetapi bisa mencegah air masuk. (The Conversation, 2021, Phil Hosegood, University of Plymouth)

Lapisan ini akan bertahan dan stabil apa bila lapisan permukaan air laut mampu menyerap panas matahari, maka air laut yang di atas permukaan tidak akan tercampur dengan lapisan yang dasar. Dengan perubahan iklim menjadi lebih panas maka lapisan pycnocline itu akan semakin stabil.

Jika pycnocline yang lebih stabil, karena permukaan air laut menyerap lebih banyak panas, ini dapat mengganggu laut menyerap panas berlebih dan memberikan tekanan kepada ekosistem perairan dangkal seperti terumbu karang.

Apa sebenarnya masalah ketika lapisan itu semakin stabil, ketika satwa laut yang di dalam membutuhkan beberapa nutrisi makanan tidak akan bisa makan. Lapisan air permukaan karena kena sinar matahari maka akan berbeda kualitas dengan air lapisan dasar yang tidak bisa di tembus matahari.

Misalnya, satwa yang biasa hidup di permukaan membutuhkan nutrisi yang ada di bawah laut tidak akan bisa mendapatkan nutrisi karena laut dalam dan permukaan di batasi oleh pycnocline yang semakin stabil, beda kondisi apa bisa lapisan sekat tengah pycnocline bocor maka nutrisi yang bi bawah bisa tercampur dengan air yang ada di permukaan, dan satwa yang hidup di permukaan akan mendapatkan nutrisi yang cukup dan itu akan mencegah kepunahan satwa laut.

Misalnya, dalam penelitian, Fitoplankton hanya dapat tumbuh apabila mendapatkan cukup cahaya di permukaan dan membutuhkan nutrisi yang berada di kedalaman laut. Padahal penyusun untuk sebagian besar ekosistem laut adalah fitoplankton: ganggang mikroskopis yang menggunakan fotosintesis untuk membuat makanan sendiri dan menyerap sejumlah besar CO dari atmosfer, serta menghasilkan sebagian besar oksigen dunia. (The Conversation, 2021, Phil Hosegood, University of Plymouth)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image