Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ai Salwa Salsabila

Jangan Salah! Inilah Perbedaan Praktek Bunga dan Sewa Menyewa di Bank Syariah

Bisnis | 2021-06-19 13:52:49
Business card photo created by yanalya - www.freepik.com

Masyarakat Indonesia dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya memiliki berbagai macam kebutuhan yang harus dipenuhi, mulai dari kebutuhan primer hingga kebutuhan tersier. Namun, selalu ada saja waktu dimana masyarakat tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut.

Karena alasan itulah dalam perkembangan ekonomi masyarakat yang semakin berkembang pesat, muncul adanya jasa pembiayaan yang disediakan oleh lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank.

Lembaga perbankan dalam Islam didasari oleh kaidah ushul fiqih mā lā yatimm al-wajib illa bihi fa huwa wajib yang berarti sesuatu yang harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib diadakan.

Praktek sewa-menyewa atau pembiayaan dalam perbankan syariah umumnya menggunakan suatu akad yang disebut akad ijarah.

Dewan Syariah Nasional pernah mengeluarkan fatwa tentang ijarah, fatwa tersebut menjelaskan ijarah adalah akad pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu barang dan jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, melainkan hanya hak guna saja yang berpindah.

Masyarakat awam sering mengira bahwa sewa dalam perbankan syariah dan bunga adalah dua hal yang sama. Walau sekilas terlihat mirip, namun pada nyatanya terdapat perbedaan besar antara sewa di perbankan syariah dan bunga.

Sewa ijarah merupakan hasil inisiatif dari usaha dan efisiensi. Akad hanya terjadi setelah kedua belah pihak sepakat untuk menggunakan harta tersebut menjadi sebuah inisiatif usaha. Hal ini karena pemilik harta benda tetap terlibat dan memiliki kepentingan dengan bagaimana cara penyewa menggunakan hartanya.

Namun dalam praktek bunga, pemilik sudah tidak berkepentingan apapun dengan penyewa, sebab pemberi sewa hanya tinggal memastikan bunganya terjamin saja.

Lalu sewa ijarah dalam usaha yang produktif sangat dibutuhkan untuk mendongkrak nilai ekonomi. Dengan demikian unsur kewirausahaan akan tetap berjalan dalam produksi barang dan jasa.

Sedangkan bunga mungkin saja akan memperlambat proses peningkatan nilai ekonomi, karena pemilik harta tetap tidak memiliki tanggung jawab apapun setelah hartanya ia pinjamkan, maka unsur kewirausahaan akan hilang.

Dalam hal sewa ijarah, pemilik harta atau pemilik modal harus ikut andil dalam menentukan pola, ukuran dan manfaat produk agar harta yang disewakan dapat terpantau digunakan dalam hal-hal positif.

Sedangkan dalam halnya bunga, pemilik harta atau pemilik modal tidak ikut andil dalam penggunaan harta tersebut, maka dari itu besar kemungkinan hartanya akan disalahgunakan dalam hal-hal yang tidak bermanfaat.

Sewa ijarah tidak menjadikan penyewa menjadi orang yang bermalas-malasan, karena ia harus menggunakan modal yang telah ia sewa menjadi suatu hal produktif yang dapat menghasilkan profit.

Sedangkan bunga berpotensi menjadikan penyewa menjadi orang yang bermalas-malasan, karena ia tidak memiliki keharusan untuk memproduktifkan modal yang ia sewa, maka kelak akan membuat si kaya menjadi lebih kaya dan si miskin menjadi lebih miskin.

Dalam sewa ijarah tidak terdapat unsur eksploitasi sebagaimana dalam bunga. Sebab sewa-menyewa di perbankan syariah dimensi kemanusiaannya lebih kuat karena sewa-menyewa adalah bagian dari fiqih muamalah dan erat dengan kepentingan manusia.

Konsep ijarah dalam perbankan syariah pada hakikatnya sama dengan sewa-menyewa yang terjadi secara umum. Yang menjadi pembeda adalah bahwa pada perbankan syariah terdapat kontrak yang memiliki batas akhir yang mana jika kontrak telah habis maka penyewa wajib untuk mengembalikannya. Sedangkan dalam sewa-menyewa biasa dengan bunga (bank konvensional) akan memberikan pilihan kepada nasabah atau penyewa untuk memiliki barang tersebut atau tidak, yang biasa disebut sebagai sewa beli.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image