Riba Dalam Perbankan
Agama | Saturday, 19 Jun 2021, 08:39 WIBKita sebagai seorang muslim, tentu mengetahui bahwa riba merupakan hal yang dilarang oleh islam, dimana pengertian dari riba sendiri yaitu adanya penambahan sesuatu yang sama jenisnya tanpa adanya imbalan untuk pertambahan tersebut. Larangan riba ini sudah tertera dalam Al-Quran yaitu pada surat Al Baqarah 275 yang berbunyi:
اÙÙÙÙØ°ÙÙÙÙÙ ÙÙØ£ÙÙÙÙÙÙÙÙ٠اÙرÙÙبٰÙا ÙÙا ÙÙÙÙÙÙÙ ÙÙÙÙ٠اÙÙÙÙا ÙÙÙ Ùا ÙÙÙÙÙÙ٠٠اÙÙÙØ°ÙÙÙ ÙÙتÙØ®ÙبÙÙØ·ÙÙ٠اÙØ´ÙÙÙÙطٰÙÙ Ù ÙÙ٠اÙÙÙ ÙسÙÙÛ Ø°Ù°ÙÙÙ٠بÙاÙÙÙÙÙÙÙ Ù ÙÙاÙÙÙÙÙا اÙÙÙÙÙ Ùا اÙÙبÙÙÙع٠٠ÙØ«ÙÙ٠اÙرÙÙبٰÙØ§Û ÙÙاÙØÙÙÙ٠اÙÙÙÙ°Ù٠اÙÙبÙÙÙع٠ÙÙØÙرÙÙ٠٠اÙرÙÙبٰÙØ§Û ÙÙÙ ÙÙ٠جÙاۤءÙÙÙ Ù ÙÙÙعÙظÙØ©Ù Ù ÙÙÙ٠رÙÙبÙÙÙÙ ÙÙاÙÙتÙÙÙ°Ù ÙÙÙÙÙÙ Ù Ùا سÙÙÙÙÙÛ ÙÙاÙÙ ÙرÙÙÙ٠اÙÙÙ٠اÙÙÙÙ°ÙÙ Û ÙÙÙ ÙÙ٠عÙاد٠ÙÙاÙÙÙÙ°Û¤ÙÙÙÙ٠اÙصÙØٰب٠اÙÙÙÙØ§Ø±Ù Û ÙÙÙ Ù ÙÙÙÙÙÙا خٰÙÙدÙÙÙÙÙ
275. Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.
Dalam ayat tersebut sudah jelas larangan adanya transaksi riba, akan tetapi pada jaman sekarang transaksi riba sudah banyak dilakukan oleh masyarakat muslim. Salah satunya yaitu transaksi riba yang ada di perbankan. Banyak masyaraka muslim yang melakukan praktik transaksi riba ini, padahal mereka mengetahui larangan bertransaksi yang mengandung riba. Hal ini dapat dilihat pada masyarakat di Indonesia, dimana 90% masarakat Indonesia pernah melakukan transaksi riba yang ada di perbankan, meskipun sekarang perbankan syariah yang menggunakan prinsip prinsip islam sudah banyak tersebar di Indonesia,akan tetapi masyarakat Indonesia masih setia pada perbankan konvensional dan tidak beralih pada perbankan syariah, hal ini dapat dilihat dalam gambar berikut:
Pada gambar diatas, dapat dilihat bahwa pertumbuhan marketshare perbankan syariah hanya 5 % dari pertumbuhan market share perbankan konvensional, tentunya dengan hal ini dapat dilihat bahwa perbankan syariah masih belum ada apa apanya jika di bandingkan dengan perbankan konvensional, padahal jika dilihat proporsi penduduk muslim di Indonesia sebesar 87,2 % dari total populasi penduduk di Tanah Air. Jika melihat bahwa populasi penuduk muslim di Indonesia yang hampir 90 %, maka market share perbankan syariah seharusnya lebih tinggi dibandingkan dengan perbankan konvensional.
Dengan melihat marketshare perbankan syariah yang begitu rendah, maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia masih belum mengaplikasikan laranga riba pada kehidupan sehari hari, atau bahkan masyarakat muslim di Indonesia belum mengetahui betul mengenai larangan bertransaksi riba seperti yang dijelaskan dalam surat al Baqarah 275. Karena, jika memang masyarakat tahu betul mengenai larangan riba, maka masyarakat akan banyak belajar lebih dalam lagi supaya terhindar dari riba,karena saat ini pada dasarnya banyak orang yang belum mengetahui larangan larangan transaksi dalam islam. Oleh karena itu perlunya edukasi dari seseorang yang memang mengerti agar masyarakat muslim terhindar dari hal ha yang dilarang dalam bertansaksi.
Atau mungkin perlunya sosialisai dari pihak perbankan syariâah agar masyarakat lebih mengerti apa keutamaan yang mereka dapatkan dari perbankan syariâah yang mereka tidak dapatkan di perbankan konvensional. Sehingga masyarakat juga mengetahui apa saja transaksi yang di larang oleh agama yang ada pada konvensional. Dan tentunya sosialisasi seperti demikian juga sangatlah di perlukan guna menambah wawasan dan menambah pengguna (nasabah) pada perbankan Syariâah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.