Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sukma Asmaning

PENANGANAN PEMBIAYAAN BERMASALAH DI BANK SYARIAH

Sejarah | Monday, 14 Jun 2021, 15:07 WIB

Pengertian Pembiayaan dan Pembiyaan Bermasalah

Berdasarkan Pasal 1 butir 25 UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:

a.transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah;

b.transaksi sewa-menyewa dalam bentuk Ijarah atau sewa beli dalam bentuk Ijarah Muntahiyah bit Tamlik;

c.transaksi jual beli dalam bentuk piutang Murabahah, Salam, dan Istishna’;

d.transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qardh; dan

e.transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa.

Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil.

Dari ketentuan peraturan perundang-undangan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap nasabah bank syariah yang mendapat pembiayaan dari bank syariah apapun jenisnya, setelah jangka waktu tertentu wajib untuk mengembalikan pembiayaan tersebut kepada bank syariah berikut imbalan atau bagi hasil atau tanpa imbalan untuk transaksi dalam bentuk qard.

Sedangkan yang dimaksud dengan “pembiayaan bermasalah” atau dalam bahasa Inggris disebut Non Performing Financings (NPFs), sama dengan Non Performing Loan(NPL) untuk fasilitas kredit, yang merupakan rasio pembiayaan bermasalah terhadap total pembiayaan, adalah pembiayaan yang kualitasnya berada dalam golongan kurang lancar, diragukan, dan macet. Dalam pengertian lain, pembiayaan bermasalah/ NPFs adalah Pembiayaan Non-Lancar mulai dari kurang lancar sampai dengan macet.

Penetapan Kualitas Pembiayaan

Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia,kualitas pembiayaan dinilai berdasarkan aspek-aspek prospek usaha, kinerja (performance)nasabah, dan kemampuan membayar atau kemampuan menyerahkan barang pesanan.(Pasal 9 PBI No. 8/21/PBI/2006dan PBI No. 10/24/PBI/2008). Atas dasar penilaian aspek-aspek tersebut, kualitas pembiayaan ditetapkan menjadi 5 (lima) golongan yaitu Lancar (current), Dalam Perhatian Khusus (under special mention), Kurang Lancar (substandard), Diragukan (doubtful), dan Macet (loss).

Kriteria komponen dari aspek penetapan penggolongan kualitas pembiayaan untuk bank syariah ini diatur secara berbeda berdasarkan pengelompokan produk pembiayaan. (Lampiran I Surat Edaran Bank Indonesia No. 8/22/DPbS tanggal 18 Oktober 2006). Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut:

1). Penggolongan Kualitas Mudharabahdan Musyarakah;

2). Penggolongan Kualitas Murabahah, Istishna, Qardh, dan Transaksi Multijasa;

3). Penggolongan Kualitas Ijarahatau Ijarah Muntahiyah bi Tamlik; dan

4). Penggolongan Kualitas Salam.

Sebagai contoh untuk produk murabahah, dari aspek kemampuan membayar angsuran nasabah maka pembiayaan digolongkan kepada:

a. Lancar

Apabila pembayaran angsuran tepat waktu, tidak ada tunggakan, sesuai dengan persyaratan akad, selalu menyampaikan laporan keuangan secara teratur dan akurat, serta dokumentasi perjanjian piutang lengkap dan pengikatan agunan kuat.

b. Dalam Perhatian Khusus

Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau margin sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari, selalu menyampaikan laporan keuangan secara teratur dan akurat, dokumentasi perjanjian piutang lengkap dan pengikatan agunan kuat, serta pelanggaran terhadap persyaratan perjanjian piutang yang tidak prinsipil.

c. Kurang Lancar

Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau margin yang telah melewati 90 (sembilan puluh) hari sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) hari, penyampaian laporan keuangan tidak teratur dan meragukan, dokumentasi perjanjian piutang kurang lengkap dan pengikatan agunan kuat, terjadi pelanggaran terhadap persyaratan pokok perjanjian piutang, dan berupaya melakukan perpanjangan piutang untuk menyembunyikan keseulitan keuangan.

d. Diragukan

Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau margin yang telah melewati 180 (seratus delapan puluh) hari sampai dengan 270 (dua ratus tujuh puluh) hari. Nasabah tidak menyampaikan informasi keuangan atau tidak dapat dipercaya, dokumentasi perjanjian piutang tidak lengkap dan pengikatan agunan lemah serta terjadi pelanggaran yang prinsipil terhadap persyaratan pokok perjanjian piutang.

e. Macet

Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan atau margin yang telah melewati 270 (dua ratus tujuh puluh) hari, dan dokumentasi perjanjian piutang dan atau pengikatan agunan tidak ada.

Sebab-Sebab Pembiyaan Bermasalah

Berdasarkan Pasal 23 dan Penjelasan Pasal 37 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dapat disimpulkan bahwa Penyaluran dana oleh Bank Syariah mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus benar-benar memperhatikan asas-asas penyaluran dana/pembiayaan yang sehat. Apabila bank tidak memperhatikan asas-asas pembiayan yang sehat dalam menyalurkan pembiayaannya, maka akan timbul berbagai risiko yang harus ditanggung oleh bank antara lain berupa:

a. Hutang/kewajiban pokok pembiayaan tidak dibayar;

b. Margin / Bagi hasil / fee tidak dibayar;

c. Membengkaknya biaya yang dikeluarkan;

d. Turunnya kesehatan pembiayaan (finance soundness).

Risiko-risiko tersebut dapat mengakibatkan timbulnya pembiayaan bermasalah (non performing financings/NPFs), yang pada akhirnya dapat menurunkan tingkat kesehatan bank dan juga akan berpengaruh pula kepada keamanan dana masyarakat yang ada di bank tersebut. Oleh karenanya, memahami sebab-sebab timbulnya pembiayaan bermasalah menjadi hal yang penting.

Secara umum pembiayaan bermasalah dapat terjadi karena disebabkan oleh faktor-faktor intern dan faktor-faktor ektern. Faktor Intern adalah faktor yang ada di dalam perusahaansendiri, dan faktor utama yang paling dominan adalah faktor manajerial. Misalnyakelemahan dalam kebijakan pembelian dan penjualan, lemahnya pengawasan biaya dan pengeluaran, kebijakan piutang yang kurang tepat, penempatan yang berlebihan pada aktiva tetap, dan permodalan yang tidak cukup. Faktor Ektern adalah faktor-faktor yang berada di luar kekuasaan manajemen perusahaan, seperti bencana alam, peperangan, perubahan dalam kondisi perekonomian dan perdagangan, perubahan-perubahan teknologi, dan lain-lain.

Upaya-upaya untuk Mengantisipasi Risiko Pembiayaan Bermasalah/Macet

Secara garis besar, penanggulangan pembiayaan bermasalah dapat dilakukan melalui upaya-upaya yang bersifat preventif dan upaya-upaya yang bersifat represif / kuratif.

Upaya-upaya yang bersifat preventif (pencegahan) dilakukan oleh bank sejak permohonan pembiayaan diajukan nasabah, pelaksanaan analisa yang akurat terhadap data pembiayaan, pembuatan perjanjian pembiayaan yang benar, pengikatan agunan yang menjamin kepentingan bank, sampai dengan pemantauan atau pengawasan terhadap pembiayaan yang diberikan.

Sedangkan upaya-upaya yang bersifat represif / kuratif adalah upaya-upaya penanggulangan yang bersifat penyelamatan atau penyelesaian terhadap pembiayaan bermasalah (nonperforming financings/NPFs).

Penyelamatan Pembiayaan Bermasalah

Penyelamatan pembiayaan adalah istilah teknis yang biasa dipergunakan dikalangan perbankan terhadap upaya dan langkah-langkah yang dilakukan bank dalam usaha mengatasi permasalahan pembiayaan yang dihadapi oleh debitur yang masih memiliki prospek usaha yang baik. Namun mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau kewajiban-kewajiban lainnya, agar debitur dapat memenuhi kembali kewajibannya.

Penyelesaian Pembiayaan Macet

Secara garis besar, usaha penyelesaian pembiayaan macet dapat dibedakanberdasarkan kondisi hubungannya dengan nasabah debitur, apakah ia bersikap kooperatif atau tidak. Apabila dalam penyelesaian pembiayaan tersebut pihak debitur masih kooperatif, sehingga usaha penyelesaian dilakukansecara kerjasama antara debitur dan bank, dalam hal ini disebut sebagai “penyelesaian secara damai” atau “penyelesaian secara persuasif”. Namun apabila dalam penyelesaian pembiayaan tersebut pihak debitur tidak kooperatif lagi, sehingga usaha penyelesaiandilakukan secara pemaksaan dengan melandaskan pada hak-hak yang dimiliki oleh bank, dalam hal ini penyelesaian tersebut disebut “penyelesaian secara paksa”.

Sumber-sumber penyelesaian pembiayaan antara lain berupa:

a. Barang-barang yang dijaminkan kepada bank. Dalam fikih didasarkan kepada prinsip rahn.

b. Jaminan perorangan (borgtocht), baik dari orang perorangan maupun dari badan hukum. Dalam fikih didasarkan kepada prinsip kafalah.

c. Seluruh harta kekayaan debitur dan pemberi jaminan (lihat pasal 1131 KUH Perdata), termasuk yang dalam bentuk piutang kepada bank sendiri (kalau ada).

d. Pembayaran dari pihak ketiga yang bersedia melunasi hutang debitur.Dalam fikih didasarkan kepada prinsip hawalah atau kafalah.

Dengan dasar dan prinsip-prinsip tersebut, strategi penyelesaian pembiayaan macet yang dapat ditempuh oleh Bank adalah berupa tindakan-tindakan sebagai berikut:

a. Penyelesaian oleh bank sendiri

b. Penyelesaian melalui debt collector

c. Penyelesaian melalui Kantor Lelang

d. Penyelesaian melalui badan peradilan (al-qadha)

e. Penyelesaian melalui badan arbitrase (Tahkim)

f. Penyelesaian melalui Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN)

g. Penyelesaian Melalui Kejaksaan Bagi Bank-bank BUMNh.Kebijakan Hapus Buku dan Hapus Tagih

 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image