Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dicky Mulya Ramadhani

Pesta Demokrasi, Momentum Praktik Antara Proses Politik dan Kebijakan Publik

Politik | 2021-06-08 22:45:45
Pesta Demokrasi Original Desain

Kemunculan konsepsi Demokrasi oleh para pencetus membayangkan kondisi negara atau organisasi yang berkiblat pada kepentingan rakyat. Kebebasan berpendapat dan kebebasan untuk memilih menjadi komponen utama di dalamnya. Dalam pengertiannya, demokrasi mengutamakan peruntukan bagi kesejahteraan rakyat dalam menyalurkan aspirasi. Lama-lama, muncullah istilah pesta demkrasi, sebuah istilah yang “menjual” demokrasi melalui sebuah pesta. Salah satu aplikasi demokrasi adalah rakyat bebas memilih pemimpin yang dinilainya paling layak melalui Pemilu. Di lain sisi, seluruh rakyat juga diartikan memiliki hak yang sama untuk menyalurkan aspirasi politiknya, baik melalui pilihan dalam pemilu, maupun dengan melakukan usaha untuk menjadi pemimpin negara/daerah dan politisi.

Politik dan kebijakan public memang suatu kesatuan yang tidak bisa di pisahkan, dalam konsep teori ilmu politik, politik selalu di kaitkan dengan distribusi sumber daya, seperti kekuasaan dengan pemaknaan yang cukup luas. Output dari bekerjanya sistem politik adalah kebijakan public. Kebijakan public tidak mungkin tanpa melalui proses politik, sebaliknya proses politik pun tak memiliki nilai guna tanpa menghasilkan suatu kebijakan yang merupakan kesepakatan mewujudkan nilai-nilai politik tersebut

Pemilihan umum dan pilkada tahun kemarin merupakan momentum pesta demokrasi yang merupakan suatu proses politik yang pada ujungnya ketika sudah menjadi sosok figure dalam kepemimpinan politik pemerintahan di daerahnya, ia harus mampu merumuskan dan menghasilkan suatu kebijakan public yang sesuai dengan baik itu dengan konteks janjinya, visi misinya ketika ia berkampanya pada kontestasi perpolitikan ataupun grand design yang visioner yang harus ke depan nanti dapat diimplementasikan dengan langkah kongkret dan jelas.

Kendati demikian, memang hadirnya suatu kebijakan public yang baik itu tergantung bagaimana model ataupun pola proses perpolitikan itu berlangsung Apakah memang proses konstalasi peta politiknya melibatkan para kaum-kaum elit yang luar biasa, ataupun (pemodal) dan bisa dikatakan identic dengan Oligarki politik dan ekonomi yang biasanya kepentingannya Coorporation Business, ataupun memang berangkat atas dasar keresahan untuk membangun bersama rakyat dan bisa saja dengan golongan tertentu akan tetapi dengan atas dasar landasan etis yang maslahat untuk berasama. Karena sudah tidak mejadi hal yang lumrah dan kita bisa lihat bersama penilaiannya ketika kepemimpinan politik yang terjadi dalam suatu prosesnya berangkat atas dasar kendali kekuatan kapitalisme itu sendiri maka biasanya ke depan ketika menghasilkan kebijakan yang dukeluarkannya akan tersandera dengan kepentingan yang berfifat politis politik paktis untuk pemenuhan pesanan para oligark atau kelompok tertentu saja. Maka akan hadirnya hegemoni kekuasaan yang tidak sehat orientasinya karena beban moril yang sangat berlebihan. Hal itu akan berdampak pada suatu kebijakan-kebijakan public baik itu dalam konteks penyediaan berbagai regulasi di daerah, Perencanaan suatu program dan anggaran, hingga akan mrnimbulkan juga tumpulnya suatu pengawasan, tentu itu menjadi persoalan yang sangat serius. Padahal seyogianya hadirnya suatu Kebijakan Publik itu harus diarahkan mengatasi berbagai problematika yang ada pada masyarakat (Publik), ataupun setidaknya kebijakan itu hadir untuk mengurangi suatu persoalannya. Tentunya pasti persoalan itu sangat kompleks dan variatif dalam sector public, baik itu menyangkut infrastruktur, ekonomi, masalah kesejahteraan social, pendidikan, kesehatan dan yang lainnya. Maka dapat kita sedikit simpulkan bahwasannya kebijakan Publik yang baik, efektif dan effisien apabila lahir dari suatu kepemimpinan politik yang sehat dan baik.

Mewujudkan kebijakan public yang baik tentu saja berangkat dari God Will dan Political Will kepemimpinan politik yang secara teknis di jalankan oleh organ birokrasi. Oleh karena itulah seorang pemimpin pemerintahan di daerah penting juga untuk melakukan apa yang disebut dengan reformasi birokrasi, terlebih jika pemimpin memiliki niat dan semangat untuk melakukan perubahan. Karena ketika mendengar kata perubahan, ia akan banyak menghadapi dinamika ranjau-ranjau penolakan dari konteks manapun. Sehingga reformasi birokrasi harus menjadi bagian yang ditempuh dari langkah-langkah kepemimpinannya. Maka sebelum melakukan reformasi birokrasi, seorang pemimpin daerah harus memperhatikan empat permasalahan mendasar yang beraspek budaya, yaitu : pengelolaan perubahan (managing change), pengembangan kepemimpinan (develop leaders), pengelolaan SDM (managing people), dan budaya kerja (governance culture). Selama ini kita baru menyentuh reformasi birokrasi hanya sebatas pada perubahan aspek kelembagaan, sistem dan prosedur yang lebih mudah di identifikasi, sementara soft side of change yang berbasis budaya untuk mengubah mindset dan perilaku belum cukup tersentuh.

Karena Kebijakan Publik yang baik itu lahir dari kepemimpinan yang baik, maka tentu saja proses politik melahirkan kepemimpinan itu harus benar-benar di memperhatikan bacaan akan sosok pemimpin yang maju tersebut dan bagaimana track record kepemimpinannya baik secara kapasitas, moralitas pribadi maupun bastatan fil ilmi wa bastatan fil jismi dalam menjalankan kepemimpinannya. Pemimpin yang dilahirkan dari, oleh dan untuk rakyat akan memiliki nafas dan nurani kepemimpinan yang selalu berpihak kepada kepentingan rakyatnya. Dia selalu mendengar keluh kesah rakyatnya, berfikir keras untuk bagaimana menyelesaikan maslah-masalah rakyatnya. Program dan Anggaran daerah (APBD) akan di arahkan semata untuk kepentingan masyarakat, bukan kepentingan elit dan kelompoknya.

Dari sinilah kita harus membaca bahwa ke depan dalam menghadapi pesta demokrasi baik itu pemilu maupun Pilkada harus menjadi momentum luar biasa bagi rakyat dan masyarakat untuk melakukan tracking kualitas, kapasitas, integritas dan komitmen kepemimpinan yang tinggi. Pilkada yang dilakukan melalui proses politik yang baik dan sehat, akan melahirkan kepemimpinan yang baik dan sehat. Kepemimpinan yang baik dan sehat akan melahirkan kebijakan public yang baik dan sehat juga. Itulah wujud pemimpin yang bisa melahirkan kemaslahatan serta memberikan kualitas pemerintahan yang Good governance.

Oleh: Dicky Mulya Ramadhani

Mahasiswa Administrasi Publik FISIP UMJ

Kader IMM FISIP UMJ

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image