Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Mauzi Yopita Indriyani Siregar

Autobiografi Amir Hamzah

Sastra | 2021-05-26 20:56:54

AMIR HAMZAH SEBAGAI INSPIRASI ANAK SUMATERA MASA KINI

Oleh : Mauzi Yopita Indriyani Siregar

Penulis saat ini tercatat sebagai Mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Medan. Tulisan ini dalam rangka penuntasan tugas mata kuliah Penulisan Kreatif dengan tema Autobiografi yang diampu oleh Prof. Dr. Rosmawaty Harahap, M.Pd.

Tengkoe Amir Hamzah yang bernama lengkap Tengkoe Amir Hamzah Pangeran Indra Poetera, atau yang biasa dikenal dengan nama penanya Amir Hamzah. Beliau lahir di Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Timur, Hindia Belanda pada tanggal 28 Februari 1911 yang kemudian menghembuskan nafas terakhirnya di Kwala Begumit, Binjai, Langkat, Indonesia pada tanggal 20 Maret 1946 pada usianya yang ke-35 tahun.

Amir Hamzah merupakan sosok sastrawan Indonesia angkatan Poedjangga Baroe dan merupakan seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Amir Hamzah pernah menjabat sebagai wakil pemerintah di Langkat pada tahun 1945 setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.

Amir Hamzah mulai menggeluti dunia puisi saat masih remaja, Amir menulis dengan menggambarkan pengaruh dari budaya Melayu aslinya, Islam, Kekristenan, dan Sastra Timur. Amir menulis 50 puisi, 18 buah prosa, dan berbagai karya lainnya. Pada tahun 1932 ia turut mendirikan majalah sastra Poedjangga Baroe.

Puisi-puisi Amir Hamzah sarat akan cinta dan agama, puisinya juga sering mencerminkan konflik batin yang mendalam.

Sebagai Pahlawan Nasional dan seorang Poejangga yang berasal dari Pulau Sumatera, kita sebagai generasinya sudah selayaknya melanjutkan perjuangan Amir Hamzah atas baktinya terhadap Indonesia dengan beraneka ragam cara dan perilaku yang dapat ditanamkan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Sikap moral yang tampak nyata dari sebuah kisah Amir Hamzah tentunya harus dapat menjadi pupuk untuk mendorong kita agar selalu senantiasa mengobarkan api semangat dalam perjuangan. Perjuangan tidak mengharuskan menopang pedang dengan perang bersama bambu runcing. Setidaknya kita harus mampu meniru sikap kepahlawanan sang Poejangga asal Sumatera ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image