Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Himawan Sutanto

Hati Tertambat pada Bank Syariah

Eduaksi | 2021-05-20 21:19:46

Di suatu senja di pojok perumahan KPR (kredit pemilikan rumah), bapak-bapak asyik ngumpul sambil ngopi, gobrol ngalor-ngidul diselingi guyonan menyegarkan. Obrolan itu berubah menjadi agak serius saat salah satu nyletuk jika rupiah kini makin melemah saja terhadap dolar yang dapat menyebabkan beberapa angsuran mereka mengalami kenaikan. Tak pelak angsuran yang signifikan bagi mereka adalah angsuran rumah yang berpuluh-puluh tahun wajib dibayarkan kepada bank. Apa boleh buat sebagian besar mereka menggunakan jasa bank konvensional sehingga jika rupiah melemah bukan tidak mungkin angsuran mereka terderek naik hingga mereka tak kuasa memenuhinya.

Namun diantara mereka ada seseorang yang masih menyunggingkan senyum manis seolah menunjukan bahwa rupiah melemah tidak menjadi masalah oleh karena pemenuhan kewajiban angusaran rumahnya dilakukan berdasarkan akad syari yang tidak berbunga fluktuatif melainkan sudah fix besarannya. Memang para tetangganya memilih konvensional karena bunganya juga kecil dan sekalipun bunganya melonjak naik tidak sampai lebih besar daripada angsuran pokoknya. Diakui atau tidak tetangganya tidak bisa disalahkan sepenuhnya karena pembiayaan perumahan dari bank syariah memang angsuran bulanannya jatuhnya lebih besar ketimbang bank konvensional akan tetapi bapak yang satu ini punya prinsip disamping terlepas dari deg-degan karena khawatir kalau-kalau bunga angsuran melesat membumbung tinggi, juga pastinya merasa nyaman di hati karena akad syariah sesuai dengan din yang dianutnya.

Tersebutlah di tempat lain, seorang konsultan hukum yang biasa memberikan legal advise kepada beberapa bank konvensional merasa tidak sreg dengan perbankan syariah ini karena ujung-ujungnya tidak jauh berbeda dengan bank konvensional. Sebagai contoh pada akad musyarakah yang mestiya untung dan rugi ditanggung bersama tidaklah demikian dalam prakteknya. Bagaimana mungkin spirit musyarakah adalah kerjasama menjalankan suatu usaha dimana bank syariah sebagai salah satu pemodal disamping nasabah namun pada saat rugi melanda, bank syariah emoh menanggung deritanya. Kenapa bisa seperti itu oleh karena saat akad musyarakah ini diikat, bank syariah masih minta agunan sebagai jaminan apabila nantinya usaha nasabah tersebut melorot maka bank aman karena mempunyai agunan yang dapat dilelang. Padahal usaha yang awalnya dimodali bersama tiada lain sebagai persekutuan modal alias penyertaan yang ujungnya jika untung dibagi bersama atau bahasa kerennya bagi dividen secara proporsional namun jika rugi akan menjadi satu penderitaan. Kenyataannya akad musyarakah ini tidak lebih bagaikan pemberian kredit modal kerja dari bank konvensional. Demikian sang konsultan memberikan penilaian.

Nun jauh disana di pedesaan, seorang pengusaha muda kerap galau karena cara bisnisnya dianggap tidak in line dengan ketekunan dirinya menjalankan ibadah mahdhah. Tak pernah dirinya urung menunaikan shalat lima waktu bahkan yang sunnah pun ditunaikannya. Tata cara, rukun wudu dan shalatpun tak luput menjadi perhatian besar buat dirinya. Puasa senin kamis sudah tertancap dalam hati bagai puasa wajib, itu semua karena dirinya begitu gandrung menjalani syariat Islam. Sebagai seorang yang tertib dan taat memenuhi kewajiban syariat tentunya tidaklah sempurna jika bisnisnya ditopang oleh pinjaman yang mengandung riba sehingga membuatnya memutar otak untuk menyudahi kegalauan ini.

Tidak lama kemudian pengusaha muda ini bergabung dengan masyarakat tanpa riba (MTR) yang sering mengadakan pertemuan, kajian dan diskusi. Rupanya komunitas MTR ini diangap membawa angin segar bagi ketidaknyamanan dirinya selama ini. Satu demi satu dirinya mempreteli penopang bisnisnya, mulai dari menjual mobil operasional yang diperoleh berdasarkan pinjaman kredit, menutup rekening tabungan bank konvensional dan membayar lunas hutangnya di bank konvensional. Meskipun dirinya telah mengetahui melalui diskusi di komunitas MTR bahwa bank syariah yang ada di Indonesia belum sepenuhnya ideal namun sebagai sebuah ikhtiar dirinya tetap berlabuh pada bank syariah karena manfaatnya lebih besar ketimbang mudharatnya dan dirinya berharap bank syariah dari waktu ke waktu mewujud menjadi bank yang benar-benar ideal atawa syari seratus persen.

Tidak kalah menarik adalah saat penampilan pegawai bank syariah wabil khusus pegawai perempuan. Jika bertandang ke kantor bank syariah, kesan pertama yang menggoda adalah betapa syari-nya atmosphere di lingkungan kerja bank syariah, sehingga masyarakat yang datang seolah menjadi bagian keluarga besar bank syariah karena dilandasi kesamaan agama, yaitu sesama muslim. Sapaan Assalamualaikum dan senyuman menghiasai wajah-wajah ayu berhijab. Pantulan keramahan ini berdampak kuat pada kepercayaan masyarakat kepada bank syariah yang amanah, professional dan tentunya Islami. Ternyata tidak semua pegawai bank syariah di Indonesia muslim semua, bisa jadi karena bank syariah di Eropa saja seperti di Inggris didirikan dan diurus oleh non muslim, kenapa di Indonesia tidak bisa. Mungkin saja bank syariah sudah mulai berbenah atau akomodatif menerima berbagai kalangan tanpa melihat suku, agama, ras dan golongan tertentu. Namun masyarakat Indonesia masih gemar menebar sentimen agama saat menentukan pilihan termasuk ketika mengetahui di bank syariah terdapat pegawai non muslim, maka alam bawah sadar mereka mempertanyakan kesungguhan bank syariah untuk ber-syari.

Ulasan di atas merupakan pengalaman saya bertemu dengan beberapa orang yang kembali saya paparkan dengan bumbu-bumbu agar terkesan alami. Berdasarkan pengalaman tersebut telah membentuk pandangan tersendiri, yaitu: meski dibilang lebih tinggi angsurannya jika kita ambil KPR; meski dibilang terdapat akad yang ujungnya seperti kredit modal kerja bank konvensional; meski belum ideal; dan meski yang mengurus bank syariah tidak semua muslim. Namun ketika terlontar pertanyaan: Seberapa dekat kamu dengan bank syariah ?, jawabannya tidak cukup hanya dengan kata-kata melainkan karena jawabannya ada di hati yang telah tertambat pada bank syariah lantaran ikatan emosional beralaskan satu keyakinan, makmur di dunia, selamat di akhirat kelak alias khusnul khatimah.

#retizencompetition

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image