Pandemi, Ekonomi, dan Pembelajaran Online
Info Terkini | 2021-05-20 14:01:00Penulis 1 : Arie Surya Gutama ,S.Sos., S.E., M.Si.
Penulis 2: Bintang Masnola Capah
Saat ini dunia sedang dilanda wabah covid-19. Virus yang telah muncul sejak akhir 2019 ini telah menginfeksi banyak negara tak terkecuali Indonesia. Berdasarkan data yang diunggah Komite Penanganan Covid 19 dan Pemulihan Nasional terhitung sudah ada 1,53 juta kasus infeksi corona di Indonesia. Virus yang mampu menyebar dengan cepat ini memaksa pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satunya di bidang pendidikan. Kebijakan ini menginstruksikan baik sekolah maupun universitas ditutup dan kegiatan pembelajaran dilakukan via online atau PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh).
Program ini tentu memberikan banyak dampak bagi para pelajar, mahasiswa, dan keluarga. Mulai dari dampak psikologis hingga struktural. Penulis pun merasa tertarik untuk menganalisis hal ini lebih dalam.
Seperti yang kita tahu bahwa pandemi covid-19 menyebabkan dampak buruk pada ekonomi bangsa. Pada kuartal 1 (Januari-Maret 2020) pertumbuhan ekonomi Indonesia ada di angka 2,97%. Lalu pada kuartal 2 tahun 2020 Indonesia harus menerima kenyataan pahit bahwa laju pertumbuhan ekonomi minus 5,32%.
Kuartal 2 terjadi pada bulan April-Juni yang mana kita tahu adalah puncak dari kerugian yang disebabkan wabah ini. Banyak sektor usaha ditutup. Badan Pusat Statistik menunjukkan sebanyak 29,12 juta orang dari 203,97 juta orang penduduk usia kerja terdampak pandemi. Angka pengangguran meningkat dari 7,1 juta menjadi 9,77 juta.
Tingginya angka pengangguran dapat menyebabkan masalah ekonomi maupun sosial. Dikatakan sebagai masalah ekonomi karena menunjukan adanya penyia-nyiaan sumber daya yang berharga. Penangguran juga merupakan masalah sosial yang utama karena menyebabkan penderitaan bagi mereka yang menganggur karena harus berjuang dengan pendapatan yang kurang. Saat menganggur, tekanan ekonomi juga mempengaruhi emosi individu serta keluarga (Samuelson dan Nordhaus, 2010: 595). Seakan menjadi pengangguran saja belum cukup berat, mereka masih harus menanggung kenyataan bahwa anak-anak yang mereka tanggung memerlukan bantuan ekstra di bidang pendidikan meliputi dukungan mental maupun materi.
Kementrian pendidikan dan kebudayaan menyatakan terdapat 68 juta pelajar dari tingkat SD hingga SMA yang terdampak pandemik. KPAI pun mengungkapkan bahwa angka putus sekolah pada masa pandemi cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena menikah, bekerja, menunggak iuran SPP, kecanduan game online, dan meninggal dunia.
Mereka yang cukup beruntung dapat menjalani PJJ pun masih harus berhadapan dengan banyak rintangan. Pertama, tekanan psikis dari sekolah/kampus maupun keluarga. Komisioner KPAI, Retno Listyarti, mengatakan bahwa tekad sekolah untuk menuntaskan pencapaian kurikulum telah membebani siswa. Ia mengingatkan bahwa rasa tertekan yang dialami siswa akibat PJJ adalah bentuk kekerasan. Padahal, belajar online menuntut peran pendidik mengevaluasi efektivitas dan disesuaikan dengan kebutuhan belajar. Ini penting dilakukan untuk tetap memenuhi aspek pembelajaran seperti proses pengetahuan, moral, keterampilan, kecerdasan dan estetika(Dai &Lin, 2020; Zhu&Liu, 2020)
Selain dari sekolah, kondisi rumah yang tidak harmonis pun menyebabkan beban anak semakin bertambah. Bertambahnya peran membuat para orangtua kewalahan. Orang tua dituntut untuk memastikan anaknya terlindung dari wabah corona, mendampingi anak mengerjakan tugas sekolah, menciptakan lingkungan belajar yang nyaman, dan menjalin komunikasi dengan anak. Bagi orang tua yang memiliki banyak waktu luang mungkin ini bukanlah hal yang sulit. Berbeda dengan mereka yang harus bekerja atau bahkan mengalami tekanan akibat baru di PHK.
Kedua, ketidakmerataan akses teknologi dan informasi. Indonesia adalah negara yang luas dengan topografi beragam. Kemajemukan ini menyebabkan kebutuhan akan internet dan telekomunikasi yang tinggi. Sayangnya, saat ini pengembangan internet yang layak untuk PJJ masih terpusat di pulau Jawa. Kesenjangan akses internet antar daerah ini dapat memicu culture lag (kesenjangan budaya). Menurut Soerjono Soekanto (1982) Untuk menciptakan keserasian, salah satu unsur tersebut harus diubah. Yaitu yang terlambat dipercepat perkembangannya, atau yang terlalu cepat diperlambat perkembangannya. Pilihan tergantung dari kemungkinan yang ada.
Untuk mengatasi permasalahan yang ada pemerintah dapat menerapkan beberapa rekomendasi solusi dibawah ini :
1. Mengoptimalisasi UMKM dan industri kreatif
UMKM dan industri kreatif dapat menjadi garda terdepan dalam pencapaian pilar ekonomi SDGs dengan penciptaan lapangan kerja, penciptaan kondisi kerja yang layak, inovasi bisnis,untuk pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
2. Meningkatkan kualitas dan kapasitas guru melalui pelatihan atau workshop
3. Memberikan otonomi lebih luas kepada sekolah
Sekolah memiliki otonomi lebih luas untuk menggunakan dana BOS. Hal ini ditujukan agar keperluan pembelian paket internet atau dukungan lain berjalan lancer dan tepat waktu.
4. Memberikan keringanan pencapaian akademik sekolah
Bertujuan agar anak tidak merasa terlalu terbebani karena harus memenuhi tuntutan yang sama seperti saat pembelajaran luring.
5. Memberikan layanan pendampingan untuk anak dan keluarga yang terdampak pandem
Pendampingan dilakukan dengan melibatkan tenaga ahli seperti psikiater, psikolog, konselor, dan pekerja sosial. Bertujuan agar tingkat stress anak dan keluarga dapat diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA
Berita Peristiwa : CNN Indonesia. (2020, Agustus 04). Retrieved April 05, 2021, from CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200804202131-20-532203/kemendikbud-68-juta-peserta-didik-indonesia-terdampak-corona
Azzahra, N. F. (2020, Mei 07). Publication: Center for Indonesian Policy Studies. Retrieved April 05, 2021, from neliti: https://repository.cips-indonesia.org/ms/publications/309163/mengkaji-hambatan-pembelajaran-jarak-jauh-di-indonesia-di-masa-pandemi-covid-19
Hadiwardoyo, W. (2020). Kerugian Ekonomi Nasional Akibat Pandemi Covid-19. Journal of Business and Entrepreneurship, 83-91.
Herliandry, Luh Devi dkk. (2020, April 01). Pembelajaran Pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Teknologi Pendidikan, 65-70.
Kurniati, Euisi dkk. (2021). Analisis Peran Orang Tua dalam Mendampingi Anak di Masa. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 241-256.
Nasional, K. P.-1. (2021, Maret 28). Peta Sebaran Covid-19. Retrieved April 05, 2021, from Website Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Nasional : https://covid19.go.id/peta-sebaran-covid19
Nurma Midayanti, S. M. (2020, November 05 ). Berita Resmi Statistik : Badan Pusat Statistik. Retrieved 05 April, 2021, from Badan Pusat Statistik: https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/11/05/1673/agustus-2020--tingkat-pengangguran-terbuka--tpt--sebesar-7-07-persen.html#:~:text=Tingkat%20pengangguran%20terbuka%20(TPT)%20Agustus,juta%20orang%20dari%20Agustus%202019.
SAMUELSON, P. A. (2010). ECONOMICS. New York: McGraw-Hill/Irwin.
Soekanto, S. (2017). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Wuryandan, D. (2020, Agustus). Berkas : DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Retrieved April 05, 2021, from DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA: https://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-XII-15-I-P3DI-Agustus-2020-206.pdf
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.