Heboh Anak Top Up Game Nilai Fantantis, Bagaimana Menurut Islam?
Bisnis | 2021-05-19 20:49:14A. Pendahuluan
Akhir-akhir ini kita dihebohkan adanya orang tua yang marah kepada kasir gara-gara sang putra yang masih anak-anak melakukan top up game dengan nilai yang fantastis dan oleh bisa kasir di kabulkan.
Nah, bagaimana sih permasalahan top up game yang dilakukan anak-anak dengan nilai fantantis menurut pandangan Islam?
Dalam Islam, jual beli merupakan cara interaksi sosial antar sesama manusia yang berdasarkan rukun dan syarat yang telah di tentukan. Secara mudahnya jual beli merupakan suatu perjanjian
tukar menukar barang atau benda yang mempunyai manfaat untuk penggunanya dan kedua belah pihak menyepakati perjanjian yang telah dibuat.
B. Pembahasan
1. Pengertian Jual Beli
Dalam istilah fiqh jual beli disebut dengan istilah al-bai yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Berikut penjelasan ulama tentang makna jual beli, yaitu:
a. Menurut ulama Sayyid Sabiq dalam Kitabnya Fiqh Sunnah, menerangkan bahwa jual beli merupakan proses pertukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang diperbolehkan.
b. Syeikh Zakaria al Anshari dalam kitabnya fath AlWahab menerangkan bahwa jual beli merupakan proses tukar-menukar benda lain dengan cara yang khusus (dibolehkan)
c. Sedangkan menurut Imam Taqiyuddin dalam kitab Kiffayatul alAkhyar, menerangkan bahwa jual beli merupakan Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf)
dengan ijab qobul, dengan cara yang sesuai dengan syara.
2. Dasar Hukum Jual Beli
Dasar hukum jual beli menurut al-Quran, misalnya terdapat dapat surat Al Baqorah ayat 275 yang artinya :
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya (Q.S.Al.Baqarah: 275)
3. Rukun dan Syarat Jual Beli dalam Islam
Menurut jumhur ulama rukun jual beli itu ada empat :
Pertama, Akad (ijab qobul), pengertian akad menurut bahasa adalah ikatan yang ada diantara ujung suatu barang. Sedangkan menurut istilah ahli fiqh ijab qabul menurut cara yang disyariatkan sehingga tampak akibatnya.
Kedua, orang yang berakad (subjek) dua pihak terdiri dari bai(penjual) dan mustari (pembeli). dua pihak terdiri dari bai(penjual) dan mustari (pembeli). Disebut juga aqid, yaitu orang yang melakukan akad dalam jual beli, dalam jual beli tidak mungkin terjadi tanpa adanya orang yang melakukannya, dan orang yang melakukan harus:
a). Berakal, yang dimaksud dengan orang yang berakal disini adalah orang yang dapat membedakan atau memilih mana yang terbaik baginya.
b). Dengan kehendaknya sendiri, yang dimaksud dengan kehendaknya sendiri yaitu bahwa dalam melakukan perbuatan jual beli tidak dipaksa.
c). Baligh, baligh atau telah dewasa dalam hukum Islam batasan menjadi seorang dewasa bagi laki-laki adalah apabila sudah bermimpi atau berumur 15 tahun dan bagi perempuan adalah sesudah haid.
Ketiga, makud alaih (objek) untuk menjadi sahnya jual beli harus ada maqud alaih yaitu barang menjadi objek jual beli atau yang menjadi sebab terjadinya perjanjian jual beli. Barang yang dijadikan sebagai objek jual beli ini harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut:
a). Bersih barangnya, maksudnya yaitu barang yang diperjual belikan bukanlah benda yang dikualifikasikan kedalam benda najis atau termasuk barang yang digolongkan diharamkan.
b). Dapat dimanfaatkan, maksudnya yaitu barang yang diperjual belikan harus ada manfaatnya sehingga tidak boleh memperjual belikan barang-barang yang tidak bermanfaat.
c). Milik orang yang melakukan aqad, maksudnya bahwa orang yang melakukan perjanjian jual beli atas sesuatu barang adalah pilihan sah barang tersebut dan atau telah mendapat izin dari pemilik sah barang tersebut. Dengan demikian jual beli barang yang dilakukan oleh yang bukan pemilik atau berhak berdasarkan kuasa si pemilik dipandang sebagai perjanjian yang batal.
d). Mengetahui, maksudnya adalah barang yang diperjual belikan dapat diketahui oleh penjual dan pembeli dengan jelas, baik zatnya, bentuknya, sifatnya dan harganya. Sehingga tidak terjadi kekecewaan diantara kedua belah pihak.
e). Barang yang di aqadkan ada ditangan, maksudnya adalah perjanjian jual beli atas sesuatu barang yang belum ditangan (tidak berada dalam kekuasaan penjual) adalah dilarang, sebab bisa jadi barang sudah rusak atau tidak dapat diserahkan sebagaimana telah diperjanjikan.
f). Mampu menyerahkan, maksudnya adalah keadaan barang haruslah dapat diserah terimakan. Jual beli barang tidak dapat diserah terimakan, karena apabila barang tersebut tidak dapat diserah terimakan, kemungkinan akan terjadi penipuan atau menimbulkan kekecewaan pada salah satu pihak.
Keempat, ada nilai tukar pengganti barang, nilai tukar pengganti barang, yaitu sesuatu yang memenuhi tiga syarat; bisa menyimpan nilai (store of value), bisa menilai atau menghargakan suatu barang (unit of account) dan bisa dijadikan alat tukar (medium of exchange).
Dalam kesempatan kali ini penulis akan menyoroti kasus hebohnya seorang ayah marah kepada kasir karena putranya yang masih anak-anak melakukan top up dengan nilai fantantis/tidak wajar. Berdasar pemaparan diatas bagian Kedua, bahwa syarat sahnya penjual dan pembeli adalah baligh berakal hal ini agar tidak mudah ditipu orang. Dalam kasus tersebut penjual sudah baligh sedangkan pembelinya masih anak-anak. Sehingga secara hukum syari transaksi tersebut tidak sah. Alhamdulillah kasus tersebut berakhir dengan damai. Saran kepada pelaku usaha retail untuk mempunyai SOP yang jelas bagi pembeli belum baligh transaksi hanya boleh misalnya nominalnya Rp. 25.000,- dan kalau transaksinya lebih dari itu harus disertai orang tua/wali.
Demikian sedikit ulasan saya semoga bermanfaat.
Daftar Isi
Imam Muslim, t.th, Shahih Muslim, Beirut: Darul Fikr
Ibnu Majah, t.th, Sunnah Ibnu Majah, Bandung: al-Maarif
Sabiq, Sayyid, 1997. Fiqh al-Sunnah. Beirut: Dar al-Fikr
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.