Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image azzahra firdaus

Kritik Tidak Harus Memberikan Jawaban

Eduaksi | Tuesday, 18 May 2021, 13:22 WIB
Proses produksi film (Alwi Jo)

Kita tidak harus menjadi koki yang hebat agar dapat mengkritik makanan, kalimat tersebut sepertinya sudah menjadi tameng bagi beberapa orang yang diserang ketika sedang memberikan kritik. Di Indonesia sendiri, tidak jarang seseorang yang mengkritik sesuatu dituntut untuk memberikan solusi. Selain itu, seorang kritikus juga sering diminta untuk membuat karya yang lebih hebat daripada karya yang ia kritik. Kesalahpahaman terhapat konsep dari mengkritik ini sering terjadi di beberapa industri, salah satunya industri film Indonesia.

Ada beberapa orang yang mempermasalahkan hasil kritikan terhadap film mereka. Contohnya, Rangga Almahendra yang tidak terima filmnya, 99 Cahaya di Langit Eropa, dikritik oleh Hikmat Darmawan. Kemudia ada Desta Mahendra yang tidak terima film Pretty Boys dikritik oleh Aulia Adam. Selain itu, ada Dodit Mulyanto yang secara terang-terangan tidak menerima kritikan atas fimnya, yaitu Cinta Itu Buta. Kasus terakhir yang sempat menghebohkan dunia maya adalah host dari kanal Youtube Cine Crib yang diancam akan dipenjarakan karena kritikannya yang dianggap merusak industri film Indonesia.

Saya mewawancarai mahasiswa TV dan Film (TVF), Universitan Padjadjaran mengenai pendapatnya tentang kritik film. Alwi Jo, seorang pembuat film dan penulis artikel opini tentang film, menjelaskan pemahamannya tentang kritik film.

Perbedaan review film dan kritik film

Alwi Jo menjelaskan bahwa perbedaan tersebut terletak pada output serta format penulisannya. Pada umumnya, review film memiliki output berupa opini suka atau tidak suka terhadap film, sedangkan kritik lebih menyuguhkan perspektif baru dari film yang ditonton. Selain itu, isi dari review film biasanya adalah sinopsis, opini, dan rating, sedangkan kritik film isinya adalah analisis terhadap film.

Dalan kritik film boleh ada opini, tetapi tidak boleh dangkal, misalnya film ini memiliki cinematography yang bagus, kenapa bagus? Kita harus tahu shot-shotnya. Alasannya harus logis dan ga boleh ngawang-ngawang, jelasnya.

Alwi Jo juga menjelaskan bahwa kritik adalah sebuah keterampilan, seperti menggambar dan bermain sepak bola. Tidak ada syarat dan ketentuan ketika ingin melakukan kegiatan tersebut. Jika ingin mengkritik ya lakukan saja. Masalah itu buruk atau bagus itu masalah belakangan, ucapnya.

Apakah harus paham tentang film untuk mengkritik film?

Alwi Jo menjelaskan bahwa dalam mengkritik film harus mengetahui dasar penulisan dan dasar pengetahuan tentang film. Dasar penulisan berguna untuk membuat naskah kritik film. Apapun media yang digunakan dalam mengkritik baik itu tulisan, audio, ataupun video. Menulis merupakan hal dasar dari kritik film.

Ia juga menambahkan bahwa dasar-dasar film adalah hal yang fundamental. Untuk mengetahui dasar tentang film, kita tidak harus dapat membuat film. Akan tetapi, kita harus tahu apa itu shot, plot, pengadeganan, acting, dan lain sebagainya. Ketika sudah mengetahui poin-poin tersebut, kita jadi bisa menganalisis film dengan lebih mendalam.

Seberapa berpengaruh kritik terhadap perkembangan industri film?

Alwijo menjelaskan bahwa kritik film yang berdampak langsung terhadap perkembangan industri film pernah terjadi di Prancis. Di antara tahun 1954 dan 1964, ada beberapa kritikus film yang mengkritik film Hollywood. Mereka beranggapan bahwa formula yang ditawarkan tidak berkembang. Oleh sebab itu, mereka memutuskan untuk membuat film yang break the rule.

Mereka tidak peduli dengan gaya bercerita yang baik dan benar. Mereka juga tidak peduli terhadap teknik pengambilan gambar. Satu hal yang penting bagi mereka adalah ekspresi. Mereka melanggar semua atura-aturan yang biasa digunakan pada industri film Hollywood. Gerakan itu bernama French New Wave. Gerakan yang sangat berdampak terhadap industri film di Prancis.

Alwijo memberikan analogi tentang seberapa pentingnya kritikus film terhadap industri perfilman. Ia menganalogikan bahwa peta sinema sebagai rantai makanan dan kritikus berada di tengah-tengahnya. Jika kritikus hilang dalam rantai makanan tersebut, maka yang akan terjadi adalah ketidakseimbangan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image