Ada Kapal Nabi Nuh Terdampar di Masjid Casablanca
Sejarah | 2021-05-12 12:46:54Tak banyak yang tahu di daerah Casablanca, Jakarta Selatan tersembunyi sebuah masjid antik. Mulai dari bentuk, ornamen, hingga koleksi yang dimilikinya. Masjid itu bernama Masjid Al Munada Darussalam atau yang lebih tersohor dengan sebutan Masjid Perahu.
Mengapa disebut Masjid Perahu? Bukankah masjid ini tak berada di tepi pantai atau pelabuhan? Rupanya, persis di sebelah kanan masjid terdapat bangunan replika perahu, sehingga masyarakat pun langsung menamakan masjid ini sebagai Masjid Perahu.
Perahu sepanjang sekitar 12 meter ini difungsikan sebagai tempat wudhu. Di bagian kiri untuk tempat wudhu laki-laki dan sebelah kanan untuk perempuan. Lantai atas perahu dimanfaatkan sebagai ruang untuk penjaga dan pengurus masjid. Sedangkan lambung perahu, tepatnya di ujung depan, terdapat satu ruang kecil untuk berzikir.
Lantas, mengapa harus perahu?
Ternyata, bangunan perahu ini memiliki filosofi sendiri, yakni sebagai visualisasi dari kapal Nabi Nuh AS. Meski sang pendirinya KH Abdurrahman Maksum adalah seorang pelaut, tetapi bukan karena itu masjid ini dinamakan Masjid Perahu. Namun, lebih dikarenakan sikap Kiai Abdurrahman Maksum yang mengagumi Nabi Nuh AS saat menyelamatkan umatnya dengan membangun kapal besar.
Sayangnya, replika perahu ini tak seutuhnya selesai dibangun. Ada satu bagian dari badan perahu yang belum sempat dibangun karena tak sempat lagi melakukan pembebasan tanah. Tanah yang seharusnya menjadi lahan pijakan bagian belakang perahu lebih dulu dibangun menjadi halaman sebuah apartemen.
Masjid yang berdiri di atas tanah wakaf seluas 1.500 meter ini dibangun oleh KH Abdurrahman Maksum pada 1963. Sedangkan pelaksanaan pembangunannya dilakukan secara gotong royong oleh ratusan warga setempat. Tak heran, untuk menegakkan seluruh kerangka masjid konon hanya dibutuhkan waktu semalam saja.
Arsitektur masjid ini tak meniru atau mengadopsi gaya tertentu. Desain kubah, atap, hingga interior masjid merupakan gabungan dari ragam budaya masyarakat Indonesia. Kubah, misalnya, cukup unik karena berbentuk kukusan (peranti untuk menanak nasi) tumpuk dua. Di antara kukusan lapis pertama dan kedua terdapat gantungan logam emas sebanyak 99 keping.
Menurut Machmud Yunus, salah satu pengurus Masjid Perahu, jumlah 99 tersebut melambangkan nama-nama Allah SWT. Itu logam emas asli karena itu saat ini diberi peng aman berupa pagar, tutur dia.
Pada sisi kanan dan kiri atap terdapat ornamen gapura. Sekilas tampak seperti simbol-simbol khas Kalimantan. Namun jika dicermati lebih dekat, untaian garis-garis yang membentuk gapura itu adalah huruf Hijaiah, yakni huruf lam, mim, dan kha. Gapura ini berwarna putih bersih.
Sedangkan di ketiga sisi pintu masuk dihiasi pilar yang berjumlah lima buah. Ini melambangkan lima rukun Islam. Sejak awal dibangun pada 1963, pilar ini belum meng alami perbaikan sama sekali. Masih asli.
Masjid Al Munada Darussalam juga menjadi rumah dari sebuah Alquran raksasa berukuran 1 x 1,4 meter. Alquran ini bersampul ukiran kayu jati.
Tulisan dalam Alquran ini dibuat oleh Amir Hamzah, pendidik di sebuah perguruan Islam di Jakarta. Untuk menulis 30 juz Alquran raksasa ini, Amir membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun. Demi terselesaikannya Alquran itu, ia pun sempat tinggal di ruang atas replika perahu masjid ini. Saat ini, Alquran itu tersimpan di ruangan tambahan di sebelah kiri masjid.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.