Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Didi Rosadi

RAMADHAN MOMENTUM MENGIKIS BUDAYA HEDONIC TREADMILL

Guru Menulis | 2022-04-17 22:48:46
Foto : Dokumen Pribadi

 

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk Islam terbanyak di dunia, yang tersebar dari Sabang-Merauke. Perjalanan historis Islam di Indonesia melewati rentang waktu yang sangat panjang. Banyak spekulasi pendapat tentang Islam di Nusantara, ada yang berpendapat dimulai abad ke-7 dan 8, ada juga yang mengatakan abad ke-11, dimana masing-masing pendapat di dukung dengan bakti-bukti empiris yang dimiliki.

Sebagai Negara Islam terbesar di dunia, tentu saja berbagai aktivitas Islam di Nusantara tercermin dari prilaku keseharian masayarakat. Menghadapi bulan Puasa Ramadhan 1443 Hijriyah setiap daerah menyambut dengan adat kebiasaan yang berbeda, di Banten khususnya Lebak, satu minggu sebelum puasa diisi dengan acara munggahan (makan-makan dengan sanak saudara) biasanya dilakukan di rumah atau wilayah pantai, mugang di Aceh, punggahan di Sumatera Utara, nyadran dan padusan di Jawa, malamang di Sumatera Barat, nyorog di Betawi, Surumaca di Bugis makasar, magibung Bali dan berbagai budaya lain dari masing-masing daerah.

Opini ini mengkaitkan budaya hedonic treadmill dengan Ramadhan. Secara harpiah hedonic treadmill berasal dari penggalan kata hedonic yang berarti gaya hidup untuk mencari kebahagiaan atau bersenang-senang sementara treadmill yaitu alat fitness yang dipakai untuk olah raga lari ditempat. Dengan kata lain hedonic treadmill merupakan kedalaman jiwa manusia yang merasa diam ditempat, tidak mengalami perubahan kalaupun kedudukan hari ini sebetulnya merupakan cita-cita dan harapan di masa lalu. Hedonic memiliki kecendrungan berprilaku konsumtif, tidak membuat skala prioritas dalam memenuhi kebutuhan.

Tidak bisa di pungkiri modernisasi dan globalisasi sudah menawarkan berbagai fasilitas hidup untuk generasi masa kini, memenuhi sisi psikologis baik eduksi, religi maupun hiburan. Untuk membaca, ngobrol, sekolah, kuliah dan bermain game, seorang anak tinggal membuka layar android dengan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, bisa kapan dan dimana saja. Dunia seolah-olah menyempit dan menjadi satu di layar kaca. Tersedianya berbagai fasilitas hidup mengkondisikan anak-anak jaman now untuk berprilaku konsumtif, nongkrong di kafe, nonoton film, berbelanja di pusat-pusat perbelanjaan, berlama lama di media social (instagram, tiktok, facebook, dan twiter), bermain game online dan lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah.

Prilaku hedonic mengkondisikan mental manusia untuk berpikir materialis, dimana orientasi hidup diukur dari kepemilikan terhadap benda-benda, dengan money menjadi panglima dalam melakukan berbagai aktivitas. Kebahagian kaum materialis di letakan di luar dirinya dengan selalu membuat perbandingan-perbandingan dengan orang lain, dengan mengabaikan internalisasi diri. Menurut Suparto (2019) beberapa ciri orang yang terkena hedonic treadmill antara lain memaksakan keinginan, ingin terlihat sukses dan berkelas, tidak punya investasi dan tujuan hidup. Kebahagiaan yang di cari bagi para hedonic treadmill seperti makanan di dalam etalase, terlihat tapi tidak bisa dinikmati. Mereka sudah mencapai kesuksesan yang dicita-citakan tapi pemikirannya sudah berpindah ke target kesuksesan yang lain, prinsip hedonic treadmill yaitu more is better.

Puasa Ramadhan 1443 Hijriah merupakan momentum untuk mengikis budaya hedonic treadmill, dengan puasa kita menekan nafsu kepemilikan terhadap materi karena hakikat puasa adalah menahan diri dari berbagai keinginan, menata psikologis manusia kembali ke jiwa-jiwa spiritual untuk mengabdi kepada kholik-Nya. Membangun kesederhanaan dengan membuat skala prioritas kebutuhan bukan ke inginan. Belanja terhadap barang-barang tertentu bukan didasari pada merk-merk ternama atas nama gengsi, dengan mengabaikan kemampuan daya beli, akan tetapi pembelian diukur dengan kesadaran rasional.

Dengan puasa Ramadhan kita belajar menikmati apa yang kita miliki dengan meningkatkan rasa syukur, menekan syahwat berbelanja, mengenali nilai-nilai kenikmatan. Seberapa besar pencapaian hari ini mari kita nikmati dan syukuri, dengan tetap berpikir bahwa hidup akan jauh lebih baik dan lebih indah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image