Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Taufik Alamsyah

Performativitas Cinta Melawan Kekerasan

Gaya Hidup | Thursday, 14 Apr 2022, 12:01 WIB

“a real man is not violent. and real women is not tolerant of it. because what happens is society tells boys that it’s okay to be violent and then women just become tolerant”.

Pernahkah Anda berpikir sejurus merasakan dalam waktu yang bersamaan hingga memunculkan pertanyaan, “Bila memang cinta membahagiakan, mengapa ada penderitaan?” Hampir setiap hari ada saja pesan masuk ke dalam gawai maupun media sosial saya, menceritakan segala keluh kesah ihwal percintaan mereka. Mungkin, Anda akan heran, tetapi beginilah kenyataannya; Banyak pasangan yang mengalami perselingkuhan, kekerasan verbal maupun fisik, juga sampai kekerasan seksual! Terkadang amarah dan kemarahan terpancar dari tutur katanya dengan bergelimang sumpah serapah, diiringi dengan isak tangis yang begitu mengisyaratkan keputusasaan, sampai tiba pada kalimat yang cukup mencengangkan, “Hidup saya tidak berguna lagi, dan cara untuk mengakhirinya adalah dengan mengakhiri hidup ini”.

Seseorang yang menjalani hubungan percintaan baik sudah menikah atau belum, sepertinya, selalu mempunyai akar permasalahan yang sama; bagaimana pemenuhan rasa cinta dan kasih sayang tak sesuai harapan, juga potensi pengkhianatan komitmen dan janji akan kesetiaan. Dalam hubungan pacaran, mungkin terlihat lebih ringan beban psikis dan tanggung jawabnya, sebab tak ada keterikatan resmi dan keabsahan tuntutan moralitas agama dan negara. Sedangkan, yang sudah menikah, mereka akan merasakan beban ganda yang cukup memberatkan, belum lagi ditambah dengan kehadiran sang buah hati yang cukup membutuhkan pengurasan akal, pikiran, tenaga, dan finansial.

Tetapi, bukankah yang belum/sudah hanya dibedakan dari legalitas peraturan yang sudah disepakati? Artinya, tetap saja, kita tidak bisa mengkerdilkan suatu hubungan yang belum menikah, sebab mereka mengalir dari aliran hulu yang sama: mencintai seseorang dalam hidupnya dan tentu sangat berharga orang yang sangat dicintainya.

Akhir-akhir ini pula, saya mendengar teman-teman saya laki-laki dan perempuan yang menikah, sudah menanggung status janda atau duda. Dan, lainnya diambang perceraian atau perpisahan. Jujur saja, saya terpukul atas fenomena ini. “Mengapa bisa? Padahal, bukankah mereka menikah atas dasar rasa cinta dan kasih sayang? “Dan, mengapa semua itu terjadi?” “Apakah perceraian dan perpisahan adalah jalan keluar untuk menyelesaikan permasalahan?”

Ketika saya menjadi wali kelas, peserta didik saya pun banyak yang bercerita mengenai perceraian orang tua mereka. Juga, di setiap saya mengajar di sekolah manapun, banyak sekali cerita yang mengkisahkan perceraian orang tua mereka. Tanpa harus mengkhotbah moral mengenai perpisahan orang tua mereka, saya merasakan keprihatinan yang begitu mendalam, wabil khusus kepada anak yang ditinggalkan.

Kembali lagi concern terhadap pertanyaan di atas. Betul, permasalahan tidak akan pernah mungkin tidak hadir dalam setiap hubungan. Pelbagai perbedaan pandangan, emosional, aktivitas, waktu adalah piranti yang melahirkan kemungkinan yang nyaris menjadi misteri. Tetapi, bukankah kita bisa menunda segala keterpisahan? Dengan mengedepankan emosional, akal sehat, dan rasional?

Awalnya, pertanyaan itulah sebagai pendukung spekulasi saya dalam mempertahankan hubungan. Tetapi, bagaimana kalau kita mendengar, melihat, mengetahui, dan merasakan salah satu dari mereka ternyata, adalah korban dari kekerasan? Ya, kekerasan seksual, kekerasan verbal dan fisik, dan yang paling jahat adalah korban perselingkuhan dari pasangannya? Perselingkuhan adalah kejahatan tertinggi dalam suatu hubungan, sebab dari perselingkuhan bisa berpotensi menjadi kekerasan struktural! Keterbohongan sampai menuju ke sebuah arena yang penuh pelbagai kekerasan? Benar-benar sulit untuk dibayangkan!

Kita sepakat bahwasanya kekerasan tidak dibenarkan untuk alasan apapun! Tetapi, mengapa banyak sekali yang melakukannya? Terlebih lagi, terus dilakukannya dengan gempuran penguatan argumen dan dalih apapun! Dan, itu bisa menjadi sebuah tanda bahwa ia melakukan playing victim, patronizing, mansplaining, seksis, dan lainnya. Ya, paling banyak korban adalah perempuan! Sebab, dunia yang dibangun di atas dasar ide dan gagasan patriarkal, akan selalu memakan korban perempuan yang telah ditutup semua aksesnya; politik, sosial, budaya, bahkan agama!

Tindakan kekerasan pertama yang menuntut patriarki laki-laki bukanlah kekerasan terhadap perempuan. Alih-alih menuntut patriarki dari semua laki-laki bahwa mereka terlibat dalam tindakan perusakan diri secara psikis, bahwa mereka membunuh bagian-bagian emosional dari diri mereka sendiri. Jika seseorang tidak berhasil melumpuhkan dirinya sendiri secara emosional, ia dapat mengandalkan lelaki patriarki untuk membuat ritual kekuasaan yang akan menyerang harga dirinya.

Tepat pada hari ini kita merayakan Valentine's Day. Adalah sebuah hari di mana kita merayakan Hari Cinta dan Kasih Sayang. Betul, ada saja yang memperdebatkan bahwa hari cinta dan kasih sayang tidak terpaku pada satu hari tertentu saja, tetapi setiap saat dan setiap waktu. Sebentar, tetapi bukankah satu hari tertentu itu bisa saja menjadi sebuah momentum untuk membangun monumen kesadaran akan keindahan dan kebahagiaan cinta yang selama ini dalam kondisi terpuruk dan menderita?

Sebutan Valentine diambil dari nama salah satu orang Kudus dalam tradisi Katolik, yakni Santo Valentinus.dikisahkan bahwa Roma di bawah Kaisar Claudius mengalami masa-masa peperangan yang keras. Kaisar tidak ingin Roma menjadi lemah. Karena itu, Claudius memerintahkan supaya semua pemuda ikut wajib militer. Para orang tua, yang mengkhawatirkan anak-anak mereka, menolak membiarkan anak-anak mereka pergi berperang untuk Claudius. Maka sebagian besar dari mereka dinikahkan untuk menghindari perang.

Claudius, yang murka dengan penolakan rakyatnya, melarang adanya pernikahan! Para imam mematuhi perintah kaisar, kecuali Valentinus. Ia tetap menikahkan para pemuda-pemudi. Ia yakin, cinta adalah milik dan kebebasan setiap orang. Tidak seorang pun boleh menghalangi kebebasan yang luhur ini. Nah, karena membangkang, ia ditangkap oleh tentara Roma dan dijebloskan ke dalam penjara.

Meski telah dipenjara dan menunggu eksekusi mati, apakah kemudian Valentinus jadi patah semangat? Tidak! Ia sering berceramah dari jendela penjaranya tentang makna mencintai itu, dan mengapa para pemuda-pemudi itu harus berjuang demi hak mendasar mereka untuk mengekspresikan rasa cinta mereka. Karena keberaniannya, Valentinus dipuja sebagai Patron Cinta. Penjaranya selalu penuh dengan bunga dan hadiah. Para pemuda-pemudi menyusup ke dalam penjara dan memohon bimbingan atau restu dalam cinta. Salah seorang gadis yang kerap mengunjungi sel Valentinus adalah putri pengurus penjara. Mereka berteman baik. Hingga menjelang ajal, hidup Valentinus dipenuhi cinta persahabatan dengan gadis tersebut. (cinta BUKAN cokelat, Sarasdewi, 2009).

Tradisi menulis dan mengirimkan ucapan cinta sesungguhnya diawali oleh Valentinus sendiri. Pada tanggal 14 Februari, karena gagal bertemu dengan sahabat perempuannya sebelum eksekusi mati, ia menulis pesan terakhir. Surat itu diawali dengan kata pembuka, “From your Valentine.” Valentinus dimakamkan di Via Flaminia pada tanggal 14 Februari 269. Hingga kini, di tanggal yang sama banyak orang yang mengungkapkan rasa cinta dengan berkirim kartu, “Dari Valentinmu”. Sweet

Apa yang kalian pikirkan dari seorang Valentinus? Seseorang yang melawan kekerasan kejahatan perang dengan cinta dan kasih sayang? Bagaimana kekerasan diredam oleh dahsyatnya cinta yang mampu mengurungkan niat untuk melakukan kekerasan? Ya, cinta dalah panacea bagi segala macam penyakit kekerasan yang ada di dalam tubuh manusia!

Valentine Day adalah ruang untuk memikirkan dan mendaur ulang kembali dalam mengkonsepsikan makna cinta dan kasih sayang. Valentine Day adalah pengingat untuk alarm bagaimana kita harus melawan kekerasan dengan segenap rasa cinta dan kasih sayang. Mengkontemplasikan apa yang terjadi akhir-akhir ini demi memberi ruang berpikir dan merasakan supaya kehidupan bisa lebih leluasa dalam menggapai kegembiraan.

Valentine Day adalah harapan untuk menunda kemenyerahan dalam mencintai. Seni untuk mencintai dalam kaidah-kaidah kemanusian dan memanusiakan manusia.

Ketika kita memilih untuk mencintai, kita memilih untuk bergerak melawan rasa takut, melawan keterasingan dan pemisahan. Pilihan untuk mencintai adalah pilihan untuk terhubung, untuk menemukan diri kita di pihak lain. Saat kita memilih untuk mencintai, kita mulai bergerak melawan dominasi, melawan penindasan, melawan kekerasan. Saat kita memilih untuk mencintai, kita mulai bergerak menuju kebebasan, untuk bertindak dengan cara yang membebaskan diri kita sendiri dan orang lain.

Di dunia yang ideal kita semua akan belajar di masa kecil untuk mencintai diri sendiri. Kami akan tumbuh, merasa aman dalam nilai dan nilai kami, menyebarkan cinta ke mana pun kami pergi, membiarkan cahaya kami bersinar. Jika kita tidak belajar cinta diri di masa muda kita, masih ada harapan. Cahaya cinta selalu ada dalam diri kita, tidak peduli seberapa dingin kobaran api itu. Itu selalu hadir, menunggu percikan menyala, menunggu hati untuk bangun dan memanggil kita kembali ke memori pertama menjadi kekuatan hidup di dalam tempat gelap yang menunggu untuk dilahirkan - menunggu untuk melihat cahaya.

Memulai dengan selalu memikirkan cinta sebagai tindakan daripada perasaan adalah salah satu cara di mana setiap orang menggunakan kata dengan cara ini secara otomatis mengasumsikan akuntabilitas dan tanggung jawab.

Praktek cinta adalah penangkal paling kuat bagi politik dominasi. Amor Vincit Omnia. Cinta mengalahkan segalanya!

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image