Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Bingar Bimantara

Influencer dan Siasat Politik

Politik | 2021-04-22 10:14:49
Foto: Komunikasi seseorang dalam media sosial. Sumber foto: allstars.id

Cuitan penulis sekaligus musisi Fiersa Besari ramai diperbincangkan jagad dunia maya dalam beberapa waktu silam. Banyak paradoks di negeri ini. Mudik dilarang, tapi destinasi wisata buka serempak. Penutupan jalan raya, tapi malah macet di sana sini. Izin resepsi masyarakat dipersulit, tapi pernikahan seleb dihadiri langsung oleh pemimpin negara. begitu cuitnya dalam akun Twitter nya (Twitter, 4/4/2021)

Kicauan tersebut dilatarbelakangi oleh kehadiran Presiden Joko Widodo yang menjadi saksi atas pernikahan Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah, Sabtu (3/4/2021). Pemimpin negara lain yang turut hadir yakni, Prabowo Subianto Menteri Pertahanan dan Bambang Soesatyo Ketua MPR (Detik News, 03/04/2021). Andai Atta bukan seorang influencer yang memiki pengikut besar di chanel Youtube nya apakah sudi para pemimpin negara ini hadir

Fenomena ini memperlihatkan bahwa rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo begitu bernafsu untuk mendekati para influencer. Tujuannya satu, para influencer dipandang memiliki daya pengikat untuk mempengaruhi para pengikutnya. Termasuk dapat digunakan untuk mempengaruhi masyarakat atas kebijakan yang dijalankan pemerintah.

Sehingga influencer memiliki peran yang sangat sentral dalam sistem perpolitikan pada era digital ini. Menurut Hariyanti & Wirapraja (2018) influencer adalah tokoh figur di media sosial yang memiliki jumlah pengikut yang banyak, apapun yang ia sampaikan dapat mempengaruhi perilaku dari pengikutnya.

Kita tentu masih ingat proses menjalankan program vaksinasi Covid-19. Untuk menyakinkan bahwa vaksin untuk Covid-19 ini aman, Presiden Joko Widodo menjadi kelinci percobaan untuk membuktikkan bahwa vaksin ini ampuh dan mujarab. Namun, nyatanya seorang presiden tidak cukup untuk menyakinkan masyarakat. Maka para tokoh influencer terpilih didaulat untuk menerima vaksin guna menyakinkan masyarakat. Sebut saja, Raffi Ahmad, Ariel NOAH, Risa Saraswati, dr. Tirta, dan Bayu Skak (Warta Ekonomi, 16/01/2021). Hemat penulis, sekalipun presiden tidak cukup untuk menyakinkan publik atas segala kebijakan yang dilakukan pemerintah. Ini adalah bukti sebuah kegagalan negara dalam menyakinkan rakyatnya sendiri.

Kedatangan Presiden Joko Widodo dapat dijadikan strategi politik mendekatkan diri kepada para pengikut Atta Halilintar. Bayangkan saja saat ini Atta Halilintar telah memiliki 26,9 juta subscriber di chanel Youtube-nya. Tidak hanya itu pernikahan Atta dan Aurel turut disiarkan langsung oleh salah satu televisi swasta.

Bukankah ini adalah momentum baik Presiden Joko Widodo untuk mendekatkan kepada para kaum milenial terlebih khusus penggemar Atta dan Aurel. Pemerintah butuh pencitraan dan dukungan publik. Lewat hadirnya para pemimpin negara ke pernikahan tokoh influecer ini tentu memberikan dampak animo yang besar bagi kestabilan pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Publik saat ini sudah sangat skeptis dan jengah dengan rezim demokrasi dewasa ini. Demokrasi yang dicurangi, pelemahan KPK, UU Omnimbus Law yang membuat rusuh, berbagai kebijakkan impor yang merugikan petani dan industri dalam negeri, serta kebijakan penyelesaian pandemi Covid-19 yang sangat paradoks. Kegagalan itu diakali dengan membayar para influencer. Sebagai tokoh yang seakan-akan mampu memberikan pengaruh baik dimata publik.

Para influencer dibayar untuk mencitrakan pemerintah. Temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat bahwa pemerintah pusat menggelontorkan dana Rp 90,45 miliar untuk membayar mulut para influencer (Suara.com, 31/08/2020). Isu influencer di Indonesia diproyeksikan akan terus menguat dalam panggung komunikasi politik modern.

Menurut Ward & Cahill (2009), menyebutkan bahwa kemunculan para influencer adalah fase generasi ketiga. Generasi pertama banyak memanfaatkan kekuatan face-to-face secara informal. Generasi kedua berstandar pada media arus utama seperti, televisi, radio, koran, majalah dan lain sebagainya. Sedangkan generasi ketiga pada kekuatan interaktivitas dan basis media dalam mempengaruhi orang.

Pemakaian jasa influencer ialah pertanda bahwa pemerintah gagal menyesuaikan zaman dalam komunikasi politik terhadap warga negaranya. Partai politik juga dianggap gagal melahirkan para politisi panutan untuk dapat dijadikan panutan generasi milineal. Anak muda sekarang sudah tidak memiliki tokoh politisi sebagai panutan untuk diikuti kiprahnya. Justru tokoh-tokoh seperti Soekarno, Moh. Hatta, Agus Salim, HOS Tjokroaminoto jauh lebih di kagumi daripada politisi zaman sekarang.

Penggunaan dana APBN untuk menbayar para influencer sebagai sarana komunikasi politik adalah hal yang sangat tidak subtansial. Apalagi bila komunikasi politik yang disuarakan adalah kebijakkan untuk menyembunyikan segala aib pemerintah yang diselimuti kebaikan-kebaikan untuk disuarakan para influencer. Dampaknya adalah keroposnya nilai-nilai demokrasi dimana opini publik digiring untuk mendukung serta mempercayai segala apa yang dikatakan para influencer.

Sehingga sangat tidak mengherankan apabila para petinggi negara rela datang kepada hajatan pernikahan para seleb yang memiliki pengikut fanatik jutaaan itu. Tentu mereka sangat diistimewakan. Kedatangan mereka sama halnya mendatangi kolega atau rekan petinggi partai koalisi. Kedatangan ini untuk mendekatkan diri agar para petinggi negara ini mendapatkan citra yang baik dihadapan para pengikut seleb tersebut.

Berbeda halnya kalau kita, masyarakat biasa yang mengundang petinggi negara. Jangankan datang, undangan sampai di meja dan dibaca sudah sangat bagus. Kemungkinan buruknya ialah undangan hajatan kita hanya sampai di tempat sampah istana atau hangus dibakar petugas kebersihan.

Bingar Bimantara, Mahasiswa S1 Ilmu Hukum, dan Mantan Pimpinan Umum Lembaga Pers Mahasiwa Voice of Law Universitas Trunojoyo Madura (UTM).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image