Tuturan Orang Tua dapat Membentuk Karakter Anak
Eduaksi | 2022-04-13 14:07:37Manusia sebagai makhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial sangat membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup itu menyebabkan manusia berkomunikasi dalam berbagai situasi. Dalam hal ini, peranan bahasa sebagai alat komunikasi sangatlah penting. Meskipun manusia dapat juga menggunakan alat lain untuk berkomunikasi, namun bahasa merupakan alat komunikasi yang paling baik di antara alat-alat komunikasi lainnya. Dalam komunikasi inilah, terjadi peristiwa tutur dan tindak tutur.
Untuk mengungkapkan sebuah perintah secara sopan/santun, dapat diutarakan dalam bentuk kalimat berita atau kalimat tanya agar mitra tutur tidak merasa dirinya diperintah. Apabila hal ini terjadi, yang terbentuk adalah tindak tutur tidak langsung. Leech (1993:122) mengatakan bahwa dalam suatu masyarakat, peranan sopan santun sangat penting dan diperlukan untuk memperjelas prinsip kerjasama. Sopan santun sangat menentukan proses pencapaian tujuan komunikasi penutur dan mitra tutur. Salah satu bentuk tindak tutur yang banyak mendapat perhatian adalah tindak tutur orang tua terhadap anaknya dalam interaksi pada lingkungan informal.
Hal yang Mempengaruhi Tuturan
Tuturan orang tua dipengaruhi oleh umur, pendidikan, dan jenis kelamin, bahkan profesi (Wijana dan Muhammad Rohmadi, 2006:46). Dari segi usia, semakin tua seseorang, semakin santun tuturannya. Tindak tutur orang yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan. Begitu juga halnya tindak tutur laki-laki berbeda dengan perempuan. Selain hal tersebut, tindak tutur orang tua juga dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan sosial. Elfindri (2010:12) mengatakan bahwa hal ini biasa diistilahkan dengan benturan peradaban. Benturan peradaban ini dapat diyakini akan memberikan pengaruh terhadap tindak tutur yang digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari.
Orang Tua adalah Pendidik Pertama dan Utama
Perlu dipahami bahwa orang tua adalah pendidik yang pertama bersentuhan dengan anak (pendidikan informal). Orang tua sebagai mitra pertama dan utama bagi anak dalam interaksinya. Orang tua melaksanakan peran sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga. Rumah sebagai lembaga pendidikan yang tertua, artinya di sinilah awal suatu proses pendidikan. Dalam hal ini, orang tua berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga dikatakan lingkungan yang paling utama. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sebagian besar kehidupan anak berlangsung di dalam keluarga. Dengan demikian pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam keluarga, termasuk pendidikan dalam hal berbahasa atau bertutur kata. Orang yang paling berpengaruh dalam pembentukan karakter anak adalah ibu. Dikatakan demikian karena mengingat intensitas interaksi antara ibu dengan anak sangat tinggi.
Usia 6-12 tahun biasanya diidentikkan dengan usia sekolah dasar. Masa ini merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai perbendaharaan kata. Pada masa ini anak mulai senang mendengarkan cerita bahkan cerita yang bersifat kritis. Pada masa ini tingkat pemikiran anak mulai maju. Hal ini ditandai dengan penggunaan kata tanya yang semakin variatif. Orang tua merupakan pihak terdekat dengan keseharian anak sehingga pembentukan karakter positif pada anak menjadi tanggung jawab utama. Orang tua yang mengasuh anak secara langsung dengan waktu yang cukup banyak dibandingkan pihak sekolah dan masyarakat. Pengasuhan anak di lingkungan keluarga berorientasi pada perwujudan anak yang berkualitas.
Peran Orang Tua dalam Membentuk karakter Anak
Hubungan anak dengan keluarga dapat dimaknai sebagai proses pengalaman interaksi dan komunikasi dalam keluarga, terutama orang tua yang mengajar, melatih, dan memberikan contoh. Hubungan yang sehat antara orang tua dan anak memfasilitasi perkembangan bahasa anak, sedangkan hubungan yang tidak sehat mengakibatkan anak mengalami kesulitan dan kelambatan dalam perkembangan bahasanya. Hubungan yang tidak sehat berupa sikap orang tua yang kasar, kurang memberikan perhatian dan contoh dalam berbahasa yang baik kepada anak, maka perkembangan bahasa anak cenderung akan mengalami stagnasi atau kelainan. Adapun kelainan yang dimaksud seperti, gagap dalam berbicara, tidak jelas dalam mengungkapkan kata-kata, merasa takut dalam mengungkapkan pendapat, bahkan dapat berkata kasar atau tidak santun.
Pada dasarnya, belajar bahasa bagi anak dimulai saat usia 6-11 tahun atau saat mulai bersekolah. Perkembangan bahasa adalah meningkatnya kemampuan penguasaan alat komunikasi, baik alat komunikasi lisan maupun tulisan. Usia sekolah dasar marupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai perbendaharaan kata. Masa kanak-kanak sampai awal masa remaja merupakan periode untuk memperhalus bahasa. Anak mempelajari pengecualian khusus dalam aturan tata bahasa dan mulai memahami struktur sintaksis yang majemuk. Bagi anak, kesempatan untuk berkomunikasi kepada anggota keluarga merupakan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi bahasanya
Pada masa ini, anak-anak sudah mengenal aspek moral yang biasa disebut dengan karakter. Pendidikan karakter akhir-akhir ini semakin banyak diperbincangkan di tengah-tengah masyarakat Indonesia, terutama oleh kalangan akademisi. Sikap dan perilaku masyarakat Indonesia sekarang cenderung mengabaikan nilai-nilai luhur yang sudah lama dijunjung tinggi dan mengakar dalam sikap dan perilaku sehari-hari. Nilai-nilai karakter mulia, seperti kejujuran, kesantunan, kebersamaan, dan religius, sedikit demi sedikit mulai tergerus oleh budaya asing yang cenderung hedonistik, materialistik, dan individualistik.
Implikasi hedonistik, materialistik, dan individualistik dapat dilihat pada sejumlah fakta. Jellard Jellison dalam Lickona (2012:18) mengatakan bahwa ada fakta berupa sejumlah tindak pencurian yang dilakukan oleh para pegawai, meningkatnya sejumlah penipuan dalam kualifikasi kerja, banyaknya kekerasan dan tindakan anarki, maraknya perbuatan curang, pengabaian aturan yang berlaku, ramainya tawuran antarpelajar, ketidaktoleran, serta penggunaan bahasa yang tidak baik, penyimpangan seksual, serta sikap perusakan diri. Hal-hal tersebut terjadi karena lemahnya pemahaman dan aplikasi terhadap nilai moral atau karakter yang baik.
Lingkungan keluarga memiliki pengaruh yang besar dalam perkembangan anak. Dalam lingkungan keluarga, orang tua dapat mengarahkan anak secara positif, anak dapat dibina dalam bertutur sesuai dengan nilai karakter positif yang diharapkan. Hal ini semakin menguatkan konsep dasar bahwa bahasa merupakan salah satu pilar penting dalam pendidikan karakter selain pendidikan agama dan pendidikan budi pekerti. Dengan bahasa, kita menghargai dan dihargai orang, dan dengan bahasa kita membenci dan dibenci orang. Bahasa dapat membawa bangsa kita pada kemuliaan. Bahasa dapat pula membawa bangsa ini menuju kehancuran. Olehnya itu orang tua diharapkan dapat memilih tindak tutur yang dapat membentuk karakter anak, misalnya memperhatikan kesantunan dalam berbicara. Berbicara santun kepada anak anak membentuk karakter santun dalam diri anak, sehingga anak akan mudah diterima di lingkungan pergaulannya.
Misalnya, saat orang tua memerintah anak, bisa saja diungkapkan dalam bentuk pertanyaan sehingga tidak terkesan memaksakan keinginan kepada anak.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.