Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yudha Manggala P Putra

Eddie Van Halen, Gitaris Rock Legend Berdarah Rangkasbitung

Gaya Hidup | 2021-04-17 16:09:19

Nama Van Halen sulit dipisahkan dengan kejayaan heavy metal era 80-an. Band legendaris yang dinobatkan masuk Rock and Roll Hall of Fame and Museum pada 1997 ini punya ketukan kuat dalam narasi sejarah musik rock.

Tak hanya karya dan aksi panggung memukau, Van Halen dikenal berkat inovasi bermusiknya. Salah satunya datang dari pentolan band Eddie van Halen. Pria masuk daftar gitaris paling berpengaruh dunia abad 20 ini sukses mengulik sejumlah teknik yang sampai sekarang diadopsi jutaan musisi.

Salah satu jasa terbesar Eddie adalah memopulerkan finger tapping. Ia teknik menghasilkan kombinasi nada cepat dengan cara mengetuk senar menggunakan jari tangan kanan dan kiri berbarengan. Siapa pencipta teknik ini masih diperdebatkan, namun Eddie dianggap salah satu pionirnya.

Bicara sejarah Van Halen adalah bicara kisah hidup Eddie- Alex. Jika ditelusuri, narasinya bersambung hingga zaman kolonial di Indonesia.

Duo bersaudara ini lahir di kota Nijmegen, Belanda. Alexander Arthur van Halen (Alex) lebih dulu lahir pada 8 Mei 1953. Eddie atawa Edward Lodewijk Van Halen menyusul dua tahun kemudian, tepatnya pada 26 Januari.

Ayah mereka, Jan van Halen pemain piano, saxophone, dan clarinet. Jan musisi beraliran jazz. Ia memang berpengaruh dalam perjalanan bermusik Eddie dan Alex. Namun Jan ternyata bukan satu-satunya mempengaruhi kesuksesan kakak-beradik ini. Sosok lain tak kalah penting adalah Euginia van Beers. Ibu mereka.

Yang menarik, dan kerap menjadi sorotan pencinta musik Tanah Air, Euginia ternyata wanita Indonesia. Wanita ini lahir dan besar di Rangkasbitung, Lebak, Banten. Fakta itu diungkapkan langsung Eddie dan Alex dalam sebuah wawancara eksklusif.

Vokalis band David Lee Roth, yang menjadi pewawancara, menanyakan dorongan mereka menggeluti musik sejak dini. Eddie menjawab: ibu mereka. Ketika ditanya asal ibunya, Alex melontarkan, "Rangkasbitung."

Alex menyebut ayahnya menyisipkan bakat bermusik sementara ibunya yang membekali mereka dengan pendidikan. Bagi Euginia, bila kedua anaknya berilmu, mereka punya kesempatan lebih baik dalam hidup. "Jadi (ia menganggap) sangat penting bagi kami dibekali dengan pendidikan," kata Alex dalam wawancara santai tersebut.

Uniknya, alih-alih dari Sang Bapak, mereka justru mendapat dorongan belajar alat musik dari Ibu. Piano merupakan instrumen pertama yang mereka pelajari.

Eddie-Alex mengatakan kelahiran mereka tidak lepas dari keberadaan Indonesia. Sebab di negara inilah kisah cinta kedua orang tuanya terajut.

Semua berpangkal dari musik. Ayah mereka, Jan, selama di Belanda merupakan musisi terkenal. Jan kerap kebanjiran gigs atau job manggung ke berbagai tempat. Hingga suatu saat, Jan mendapat kontrak enam bulan dari sebuah radio Belanda untuk bermain di Indonesia.

Bersama rekan bandnya, Jan pun akhirnya sampai ke Nusantara. Ia langsung jatuh hati dengan alam tropis Indonesia. Jan malah betah. Pada masa itu juga kebetulan Jan bertemu wanita Rangkasbitung, Euginia. Euginia disebut-sebut bekerja sebagai juru ketik di salah satu kantor pemerintahan kolonial Belanda saat itu. Keduanya merajut cinta lalu menikah.

Jan menetap di Indonesia selama enam tahun. Tiba-tiba, situasi politik di negara ini memanas. Bertepatan dengan berakhirnya era kolonial. Jan terpaksa hijrah. Ia memutuskan memboyong istrinya ke kampung halamannya di Belanda. Di Negeri Kincir Angin, pasangan van Halen kemudian dikaruniai dua anak. Mereka adalah Eddie dan Alex.

Pada 1962, Jan ingin mengubah peruntungannya. Ia memantapkan diri memboyong keluarganya ke Pasedana, California, Amerika Serikat. Saat itu tanah AS sering dianggap sebagai tanah peluang memperbaiki nasib.

Seperti diceritakan Eddie, perjuangan keluarga van Halen merajut mimpi di Negeri Paman Sam ternyata tidak mudah. Mereka harus berbagi rumah dengan tiga keluarga lain. Jan, selain musisi, juga bekerja mencuci piring untuk menyokong kehidupan keluarga. Ibu mereka terpaksa menjadi pembantu rumah tangga.

Status imigran membuat kehidupan mereka lebih sulit lagi. Eddie dan keluarga seringkali diperlakukan sebagai warga kelas ketiga.

"Kami datang menyeberangi separuh dunia tanpa uang, tanpa pekerjaan tetap, tanpa tempat tinggal, dan bahkan tidak bisa berbicara bahasa di sana," kenang Eddie dikutip Associated Press.

"Yang menyelamatkan kami adalah Ayah saya adalah seorang musisi dan perlahan-lahan bertemu dengan musisi lain dan mendapat job manggung pada akhir pekan, dari pernikahan dan lain-lain untuk menghasilkan uang."

Awal nge-band

Kakak-beradik van Halen mulai bermain musik bareng pada 1960-an. Menurut buku Everybody Wants Some: The Van Halen Saga oleh Ian Christi, awal mulanya Eddie bermain drum, Alex bermain gitar. Namun, karena Alex sering mencuri-curi bermain drum, Eddie memutuskan bertukar instrumen.

Band pertama mereka bernama The Broken Combs. Dibentuk pada awal 1970-an. Van Halen bersaudara membentuk band bernama Genesis pada 1972. Formasi awal diisi vokalis-gitaris Eddie, penggebuk drum Alex, dan bassis Mark Stone.

Pada masa latihan, mereka sering menyewa perangkat suara dari pria bernama David Lee Roth. Agar lebih menghemat uang, ketiganya lalu mengajak David bergabung sebagai vokalis.

Dua tahun berselang pergantian personel terjadi. Stone digantikan Michael Anthony sebagai bassis. Genesis yang ternyata namanya sudah digunakan band lain- juga berubah nama menjadi Mammoth . Tak puas, mereka lalu mengganti nama kelompoknya menjadi Van Halen, yang diambil dari nama keluarga duo pendirinya.

Syahdan, penampilan-demi penampilan di berbagai panggung melejitkan nama Van Halen. Puncaknya ketika mereka diundang tampil di panggung klub Starwood, Los Angeles pada 1997. Tanpa mereka sadari saat itu personel band Kiss, Gene Simmons hadir menonton.

Gene, yang sebelumnya sudah mendengar desas-desus soal Van Halen, langsung terpincut. Ia pun tak pikir panjang memutuskan membiayai kaset demo mereka. Berawal dari demo itulah, Mo Ostin dan staf produser Ted Templeman dari perusahaan rekaman Warner Bros. Record mengontrak Van Halen.

Sukses besar

Laman Rolling Stones mencatat debut album pada tahun sama berjudul Van Halen mencetak sukses besar. Enam juta kopi terjual. Album itu sukses menduduki peringkat 19 di tangga lagu musik pop Bilboard, dan disebut-sebut sebagai debut album rock paling sukses secara komersial.

Album dilabeli bergenre heavy metal dan hard rock ini di antaranya berisi karya klasik Runnin with the Devil dan Eruption. Yang terakhir disebut, mengunjukan aksi solo gitar Eddy dengan teknik populernya fingger tapping. Selain langgam bergitar nyeleneh Eddie, Van Halen juga dikenal berkat aksi flamboyan dan karakter vokal kuat David Lee Roth.

Mereka pun melahirkan album-album lain di antaranya Van Halen II (1979), Women and Children First (1980), Fair Warning (1981), Diver Down (1982), dan 1984 (1984).

Rolling Stone menyebut, 1984, merupakan puncak kesuksesan mereka. Lagu di album itu Jump, menjadi lagu nomor wahid di AS dan masuk nominasi Grammy. Lagu lainnya di album sama yang mendapat sambutan positif adalah, Ill Wait, Panama, dan Hot for Teacher.

Pada 1986, Van Halen dan vokalis baru mereka Sammy Hagar, meluncurkan 5150 (1986). Setelahnya ada OU812 (1988), For Unlawful Carnal Knowledge (1991), dan Balance (1995). Sejumlah kontroversi dan gonta-ganti personel mewarnai perjalanan Van Halen selama beberapa tahun kemudian.

Meski begitu band ini tetap bertahan. Mereka kembali merilis album Van Halen III (1998) dan A Different Kind of Truth (2012).

Menurut RIAA, Van Halen merupakan salah satu band dengan penjualan terbaik sepanjang sejarah AS. Di negeri itu tercatat 56 juta album berhasil mereka jual. Sementara di dunia, penjualan mencapai lebih dari 80 juta album.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image